Jakarta (ANTARA) - Terasa hangat, begitu musisi Iwan Fals menggambarkan album "Pun Aku" yang dirilis bersamaan dengan hari ulang tahunnya pada 3 September 2021.

Tak dapat dipungkiri, album yang terdiri dari 12 lagu ini begitu berkesan bagi Iwan. Selain diproduseri oleh anaknya sendiri, Cikal Rambu, "Pun Aku" juga melibatkan banyak talenta musik lintas generasi dan genre.

Baca juga: Cerita Iwan Fals soal pandemi, frustasi hingga menyalakan semangat

"Yang paling-paling berkesan buat saya adalah diproduseri anak sendiri, lalu yang main drum juga anak saya, Raya. Buat saya ini hangat, luar biasa, Tuhan memberikan kesempatan buat kerja bareng, terus ketemu talenta yang bagus-bagus," ujar Iwan saat berbincang dengan ANTARA belum lama ini.

Pelantun "Selamat" ini mengaku tidak pernah menyangka jika Cikal memiliki bakat sebagai produser musik. Iwan mengatakan selama ini anak perempuannya tersebut tidak pernah menunjukkan ketertarikan di bidang musik.

Akan tetapi ketika menangani album "Pun Aku", Cikal dapat bekerja dengan sangat profesional. Dari pemilihan lagu hingga pengaturan jadwal rekaman dibuat dengan sangat teratur.

"Saya kaget juga si Cikal jadi produser saya, dia diam-diam kalau di depan saya, enggak mau main musik atau nyanyi, enggak mau dia. Jadi begitu dia jadi produser awalnya kaget," kata pelantun "16/01" itu.

"Itu terbukti dari schedule dia, di rekaman itu benar, tepat waktu, dia punya pola sendiri untuk kerja. Luar biasa juga, kalau saya enggak ada pola. Dulu juga teratur tapi teratur dalam ketidakteraturan," imbuhnya.

Baca juga: Suara misterius di Google Maps hingga cerita Iwan Fals soal pandemi

Proses pembuatan
Album "Pun Aku" memang menghadirkan banyak nama untuk berkolaborasi seperti Danilla, Nadin Amizah, NonaRia, Sandrayati Fay dan Rara Sekar. Ada juga penampilan dari Maizura, Zara Leola, Shakira Jasmine, Regina Poetiray, Rheno Poetiray, Difki Khalif dan Stevan Pasaribu sebagai penyanyi latar untuk lagu "Kabar Aroma Tanah".

Hampir seluruh kolaborator di album "Pun Aku" merupakan perempuan. Akan tetapi Iwan mengaku tidak memiliki isu tertentu yang ingin dibawa dengan menggandeng para perempuan tersebut.

Pemilihan nama-nama di atas menurut Iwan datang begitu saja. Namun yang membuatnya tertarik adalah mereka memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing.

"Kebetulan, mereka cukup tertarik dengan dunia musik dan serius memilih musik sebagai jalan hidup dan mereka punya banyak pendapat tentang apa saja kayak Sandrayati tentang masalah adat, Rara Sekar tentang isu-isu buruh, Danilla tentang binatang-binatang, Nadin Amizah, NonaRia yang guru-guru musik yang canggih-canggih," ujar Iwan.

Album "Pun Aku" dibuka dengan lagu "Pun", "Selamat", "Sebuah Genteng", "Kata Siapa Cinta Itu Menyakitkan", "Bunga Kayu", "Kabar Aroma Tanah", "Penghibur Hati", "Untukmu", "Patah", "16/01", "Merah Putih" dan ditutup dengan "Aku".

Iwan mengatakan dari 12 lagu tersebut, ada yang liriknya baru dibuat dan ada juga yang sudah tersimpan lama. Ia bercerita, lagu yang proses pembuatannya tercepat adalah "Pun" dan "Aku", malah awalnya syair dari lagu tersebut tidak dinyanyikan.

Sebagai pembuka dan penutup album, "Pun" dan "Aku" niatnya hanya dibacakan saja. Namun ketika dinyanyikan, ternyata hasilnya di luar dugaan dan disetujui oleh produser, Cikal dan Lafa Pratomo.

"Tadinya dibacain harusnya, tapi di tengah-tengah baca kok saya terangsang untuk nyanyi. Itu yang 'Pun', udah saya nyanyi aja. Si Cikal sama Lafa bilang, bagus begitu aja. Begitu juga dengan lagu penutup 'Aku', harusnya dibacain juga sebagai penutup album. Tapi di tengah jalan penginnya dinyanyiin ya udah, malah senang mereka," ujar Iwan.

Seluruh proses rekaman dikerjakan saat pandemi COVID-19, meski penuh dengan keterbatasan Iwan mengaku tidak mengalami kendala. 12 lagu dalam "Pun Aku" direkam di studio milik Iwan di rumahnya dan di Musica Studio. Selama bekerja, baik Iwan, kolaborator dan kru menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Baca juga: Dari Iwan Fals hingga Eko Yuli Irawan meriahkan HUT Ke-76 RRI

Baca juga: Penyulutan Obor Tri Prasetya tandai peringatan HUT Ke-76 RRI

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021