"Jadi, asumsi dasarnya adalah Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berbeda dengan Rancangan Undang-undang (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)," katanya di sela diskusi "RUU Pilkada: Hak Inisiatif DPD" di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia yang berasal dari Daerah Pemilihan DIY, RUU Pilkada dibuat untuk berlaku secara nasional dan merupakan pengaturan tersendiri dalam rangka tindak lanjut terhadap UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan RUUK DIY merupakan pengecualian di mana keberadaannya sudah dijamin UUD 1945.
"Kedudukan DIY sebagai daerah istimewa telah dijamin oleh konstitusi, sebagaimana bisa kita lihat dalam UUD 1945 pasal 18b. Mekanisme penetapan untuk gubernur dan wakil gubernur DIY merupakan bagian dari keistimewaan," katanya.
Ia mengatakan, secara historis seperti itu, kemudian aspirasi masyarakat DIY juga seperti itu. Usulan pemerintah dalam RUUK terkait adanya mekanisme pemilihan dapat dikatakan tidak konsisten dengan sejarah DIY dan aspirasi masyarakat di daerah itu.
"DPD sejak lama sudah memastikan posisinya dalam masalah tersebut, yakni mendukung penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY. Sampai saat ini posisi itu tetap bertahan dan tidak berubah," katanya.
Menurut dia, DPD setiap saat bersedia ikut memperjuangkan masalah itu, karena keputusan itu bukan keputusan individu anggota DPD, tetapi hasil paripurna di mana semua anggota yang notabene berasal dari daerah lain menyatakan setuju.
"Di DPD saya berusaha aktif mengkomunikasikan masalah itu dengan sesama anggota DPD, kemudian di daerah saya juga telah banyak berkomunikasi dengan masyarakat, khususnya ketika mengadakan kunjung kerja saat reses," katanya.(*)
(L.B015*H010/M008/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010