"Jadi harus kalian tahu juga bahwa negara yang kita agung-agungkan atau institusi yang kita agung-agungkan bersih itu ternyata ya gitu deh, jadi nggak semuanya juga yang kita pikir bagus itu bagus, ini ada lompat indahnya juga," katanya dalam konferensi pers daring yang dipantau dari Jakarta, Jumat.
Bahlil menyebut dirinya pun sempat mendapatkan laporan dari Bank Dunia saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke AS pada Juli lalu. Sebelumnya pun ia pernah mengatakan kunjungannya ke AS memang untuk mengurus masalah EoDB.
Baca juga: Bahlil: Pabrik baterai listrik serap 1.100 tenaga kerja langsung
Terkait skandal penyimpangan data EoDB, mantan Ketua Umum Hipmi itu mengatakan ada cara lain yang dilakukan Bank Dunia dalam memberikan penilaian kemudahan berusaha. Penilaian itu bukan melakukan survei melainkan dengan metode lain. Namun, ia mengaku masih menunggu petunjuk teknisnya.
Lebih lanjut, Bahlil meyakini saat ini dunia melihat Indonesia tidak seperti dulu lagi. Terlebih dengan adanya UU Cipta Kerja yang diklaim akan dapat mendorong kemudahan berinvestasi.
"Saya punya keyakinan bahwa hari ini dunia melihat Indonesia tidak seperti dulu. Hari ini dunia melihat dengan pemberlakuan UU Cipta Kerja Indonesia semakin kompetitif dalam konteks bagaimana mengurus izin atau insentif ataupun men-set pola pikir birokrasi pejabat-pejabat Indonesia. Sudah bagus ini. Memang belum, 100 persen bagus. Kita harus berjuang ke sana," katanya.
Baca juga: Menteri Bahlil targetkan Indonesia urutan 60 EoDB
Manajemen Bank Dunia (World Bank) menghentikan sementara laporan ease of doing business (EODB) pada periode berikutnya menyusul penyimpangan data EODB pada 2018 dan 2020.
Mengutip keterangan resmi Bank Dunia, Jumat (17/9), lembaga itu sedang mengaudit atas laporan dan metodologi yang digunakan dalam membuat laporan EODB.
Peringkat EoDB Indonesia sendiri belum berubah dari posisi ke-73 sejak 2019 dan ditargetkan bisa menduduki urutan 60 pada tahun ini.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021