Jakarta (ANTARA) -- Industri asuransi nasional dinilai perlu mempertimbangkan penyesuaian untuk menghadapi hardening market atau penaikan harga dan pengetatan syarat dan ketentuan (terms and condition) yang terjadi di pasar asuransi dan reasuransi global.


Hardening market di pasar asuransi global disebut sebagai respons pelaku industri terhadap kondisi pandemi Covid-19.


Pada periode itu, asuransi dan reasuransi global mencatatkan peningkatan pembayaran klaim gangguan usaha akibat pandemi sehingga memengaruhi profitabilitas, khususnya reasuransi di Eropa. Sebagai responsnya, pelaku reasuransi global menaikan harga dan terms and condition untuk menjaga kestabilan perusahaan.


Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody A.S. Dalimunthe menjelaskan, sebelum pandemi Covid-19 mulai mewabah, kejadian bencana menyebabkan tingginya rasio klaim yang diterima oleh reasuradur. Hal serupa dialami oleh reasuradur di luar negeri yang menerima risiko katastropik atas polis-polis yang diterbitkan oleh penanggung di Indonesia.


Pandemi Covid-19, sambung dia, menambah dampak ke industri asuransi terkait proses penempatan risiko, khususnya ke luar negeri. Kondisi hardening market di pasar asuransi dan reasuransi itu pun, kata Dody, tergambarkan degan jelas oleh sejumlah pelaku global.


“Kondisi pasar reasuransi di Asia digambarkan oleh Munich Re dalam diskusi yang diadakan oleh AAUI di bulan Juni 2021 menunjukkan hard market, di mana treaty renewal terms 2021 menunjukkan indikasi peningkatan tarif, penurunan kapasitas risiko dan pemberlakukan beberapa ketentuan pembatasan,” ungkapnya, Senin.


Menghadapi kondisi tersebut, sambung Dody, industri asuransi Indonesia perlu melakukan kajian ulang atau review terhadap data risiko untuk mendapatkan gambaran yang jelas terkait eksposur liability perusahaan asuransi.


Dengan demikian, kata dia, industri asuransi dan reasuransi dalam negeri mampu melakukan negosiasi untuk treaty reasuransi ke depan.


“Di satu sisi, untuk meyakinkan pihak reasuradur, maka mitigasi risiko katastropik juga menjadi perhatian.”


Dihubungi terpisah, Direktur Teknik PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) Fadlil Iswahyudi mengatakan, pasar asuransi dan reasuransi domestik tidak terlepas dari kondisi tersebut. Pada saat yang sama, jelasnya, pada kuartal I dan II/2021, tampak ketidakseimbangan antara sektor asuransi dan reasuransi.


“Sehingga mungkin diperlukan adanya penyesuaian untuk market domestik dari sisi terms, conditions dan juga rate. Penyesuaian ini agar tercipta kembali keseimbangan ekosistem industri yang menjadi tanggung jawab bersama,” ujarnya.


Fadlil menjelaskan, market hardening dan kondisi sebaliknya menjadi siklus yang selalu terjadi di industri asuransi. Namun, dia menilai situasi yang terjadi saat ini terjadi dalam periode yang lebih panjang dibandingkan biasanya.


Selain kenaikan harga, jelas dia, market hardening juga ditandai dengan adanya pengetatan terhadap terms and conditions, termasuk akseptasi terhadap industri tertentu yang kian selektif.


“Melihat bahwa hard market adalah merupakan koreksi alami terhadap soft market, yang sudah cukup lama berlangsung.


Untuk menghadapi siklus tersebut, Fadlil menjelaskan, Tugure mengantisipasi dengan risk appetite yang sesuai dan menjaga hubungan long term dengan para business partner.


“Tugure menjaga kepercayaan dari business partner dengan tetap menjalankan kewajaran underwriting dalam lingkup enterprise risk management untuk mempertahankan sustainability," tukasnya.


Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2021