"Bank Indonesia (BI) mengorbankan biaya moneternya yang terlalu besar untuk mempertahankan rupiah di atas Rp9.000," kata Anggito di Jakarta, Kamis.
Ia menyebutkan, intervensi yang terlalu kuat juga menyebabkan tingkat inflasi karena BI mengeluarkan rupiah dalam jumlah besar untuk membeli dolar AS.
"Ini menyebabkan uang rupiah beredar menjadi makin besar dan berdampak ke inflasi," tegasnya.
Ia menyebutkan, sejak Januari hingga November 2010, nilai tukar rupiah mengalami penguatan 5,06 persen. Penguatan ini tidak sebesar yang dialami oleh mata uang negara-negara lain.
Anggito berpendapat, Rupiah pada level Rp8.700 per dolar AS sebenarnya masih kompetitif karena mata uang negara lain juga menguat.
"Tidak ada alasan untuk melakukan intervensi terlalu kuat hingga tetap bertahan di atas Rp9.000, ini memerlukan biaya besar," tegas Anggito.
Menurut dia, penguatan rupiah tidak lepas dari adanya arus dana asing yang masuk ke Indonesia. Hingga kuartal III 2010 total dana masuk mencapai sekitar 20 miliar dolar AS dan pada kuartal IV diperkirakan mencapai 25 miliar dolar AS, sementara yang keluar hingga kuartal III 2010 hanya lima miliar dolar AS.
"Ini akan berlanjut di 2011 dan diharapkan komposisi arus modal ke investasi langsung akan lebih besar," katanya.
Anggito juga menilai, cadangan devisa saat ini yang mendekati 100 miliar dolar AS sudah melewati batas aman.
(ANT/B010)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010