Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mengeluarkan 23 kebijakan bidang moneter dan perbankan untuk memperkuat stabilitas moneter dan sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan memperkuat ketahanan menghadapi kemungkinan gejolak perekonomian 2011.

"Prioritas kebijakan yang dikeluarkan meliputi lima aspek penting," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution ketika mengumumkan langkah kebijakan bersama sejumlah anggota Dewan Gubernur BI di Gedung BI Jakarta, Rabu.

Lima aspek itu meliputi kebijakan penguatan stabilitas moneter, kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan, kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, penguatan kebijakan makroprudensial, dan penguatan fungsi pengawasan.

Kebijakan penguatan stabilitas moneter meliputi dua kebijakan yaitu penerapan kembali batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri bank berjangka pendek mulai akhir Januari 2011 dan pencabutan ketentuan penyediaan pasokan valuta asing bagi perusahaan domestik mulai Januari 2011.

Kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan meliputi penerapan standar operasi administrasi sekuritas kredit pemilikan rumah, pemberlakuan kewajiban mengumumkan suku bunga dasar kredit secara luas ke masyarakat mulai 31 Maret 2011, perhitungan aset tertimbang menurut resiko (ATMR) bagi bank umum yang lebih rendah untuk kredit ritel usaha mikro dan usaha kecil mulai Januari 2012.

Selain itu perizinan pengaturan dan pengawasan biro kredit swasta mulai semester I 2011, program Bank Pembangunan Daerah sebagai motor pertumbuhan ekonomi daerah (sudah diluncurkan 21 Desember 2010), dan program perluasan akses kepada lembaga keuangan (financial inclusion).

Sementara kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan meliputi penyempurnaan ketentuan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) mulai awal 2011, peningkatan kepatuhan bank umum mulai September 2011, perhitungan ATMR bank umum untuk risiko kredit menggunakan pendekatan standar (mulai Januari 2012).

Selanjutnya, penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas kerja sama pemasaran dengan perusahaan asuransi (berlaku sejak Desember 2010).

Selain itu pengaturan penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah serta kualitas aktiva bagi bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) mulai 2011, penyempurnaan pengaturan resktrukturisasi pembiayaan pada bank umum syariah dan unit usaha syariah mulai 2011.

Kemudian penyempurnaan batas maksimum pembiayaan dana (BMPD) BPRS mulai 2011, perubahan izin usaha bank umum menjadi izin usaha bank prekreditan rakyat (BPR) mulai awal 2011, dan upaya mendorong terwujudnya BPR yang berdaya saing tinggi dan menerapkan tata kelola yang baik.

Sementara itu kebijakan yang terkait dengan penguatan makroprudensial meliputi penyempurnaan ketentuan dan penggunaan informasi rencana bisnis bank (berlaku sejak Oktober 2010 sementara untuk rencana bisnis bank mulai 2011), menaikkan rasio giro wajib minimum (GWM) valas dari satu persen menjadi lima persen mulai 1 Maret 2011 dan dari lima persen menjadi delapan persen mulai 1 Juni 2011, dan mengembalikan peraturan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada kondisi normal setelah krisis pada 2008.

Kebijakan penguatan fungsi pengawasan meliputi penyempurnaan sistem pengawasan bank berdasarkan risiko, penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy) mulai 2011, dan penyempurnaan tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko.

Selain kebijakan dalam lima aspek itu, BI juga memberikan perhatian khusus bagi beberapa daerah yang mengalami bencana dalam bentuk pemberian perlakuan khusus bagi kredit di daerah bencana.

"Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung pemulihan kondisi perekonomian di daerah-daerah yang terkena bencana yakni letusan Gunung Merapi, bencana banjir bandang di Wasior, dan bencana tsunami di Kepulauan Mentawai," kata Darmin Nasution. (*)

(T.A039/B/S025/C/S025) 29-12-2010 18:48:59

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010