Pakar Ekologi LIPI Dr Tukirin Partomihardjo mengatakan hal itu pada orasi ilmiahnya berjudul "Laboratorium Alam Kepulauan Krakatau: dari Model Suksesi ke Restorasi Ekosistem Hutan Tropik" saat pengukuhannya sebagai Profesor Riset di Jakarta, Rabu.
"Letusan yang melenyapkan segala bentuk kehidupan itu telah mengantar gugusan pulau kecil di sana menjadi tempat paling ideal untuk mempelajari tahapan pembentukan ekosistem pulau dan komunitas hutan tropik sejak awal," katanya.
Proses kolonisasi pada bentang alam pulau, ujar dia, umumnya dimulai dari daerah pantai dimana jenis-jenis pelopor yang merajai tahap awal terdiri dari jenis-jenis yang memiliki kemampuan memencar dan menetap dengan baik.
Kondisi fisik lingkungan pulau-pulau di gugusan Krakatau pada periode awal letusan 1883 yang dipenuhi endapan abu dan pasir, sangat labil, namun timbunan pasir merupakan tempat ideal untuk mengawali proses suksesi baik flora maupun fauna.
"Tahapan pembentukan komunitas hutan alam beserta fungsi ekosistemnya (suksesi) dan proses kolonisasi pembentukan ekosistem hutan tropik yang berasal dari kondisi steril telah ditunjukkan di Kepulauan Krakatau," katanya.
Beberapa tahun pertama sekelompok jenis tumbuhan pionir yang terdampar berkembang mengawali kehidupan di wilayah pesisir, dimana jenis-jenis tersebut kebanyakan memiliki sifat biologi sangat unggul.
Jenis-jenis yang mampu berkembang di habitat steril itu adalah kelompok lumut dan paku-pakuan yang dipencarkan oleh angin yang kemudian membentuk komunitas padang rumput hingga beberapa dasawarsa, ujarnya.
Tahap selanjutnya, ujarnya, beberapa jenis pepohonan mulai tumbuh dan berkembang membentuk komunitas semak belukar di hamparan padang ilalang (Imperata cylindrica) dan glagah (Saccharum spontaneum) yang terus berkembang membentuk komunitas vegetasi pantai.
Lalu burung dan kelelawar pemakan buah mulai hadir dengan membawa biji berbagai jenis tumbuhan dan memencarkannya ke tempat yang lebih jauh, sehingga vegetasi semakin berkembang, ujarnya.
(D009/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010