Perlu adanya monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rokhis Khomarudin mengatakan penurunan permukaan tanah memperparah dampak kenaikan muka air laut terhadap daerah pesisir karena berpotensi meningkatkan masuknya air laut ke daratan.

"Manusia ikut menjadi faktor penyebab yang signifikan. Konsumsi air tanah yang masif dan tidak terkendali menyebabkan turunnya permukaan tanah. Walaupun saat ini dampaknya belum terlalu terasa, namun risiko turunnya permukaan tanah jelas membawa kerugian besar, baik dari sisi sosial maupun ekonomi bagi negara kepulauan seperti Indonesia," kata Eddy dalam diskusi virtual Ancaman Tenggelamnya Kota Pesisir Pantai Utara Jawa, Apa Langkah Mitigasinya? di Jakarta, Kamis.

Baca juga: DKI tingkatkan layanan air bersih pipa guna cegah penurunan tanah

Rokhis menuturkan berdasarkan hasil pemantauan citra satelit terbukti terjadi penurunan muka tanah di DKI Jakarta antara 0,1-8 cm per tahun, Kota Bandung berkisar 0,1-4,3 cm, Kota Cirebon berkisar 0,28-4 cm per tahun, Kota Pekalongan berkisar 2,1- 11 cm per tahun, Kota Semarang berkisar 0,9-6 cm per tahun, serta Surabaya 0,3-4,3 cm per tahun.

Data satelit menunjukkan pesisir utara Jawa, terutama Pekalongan, mengalami penurunan muka tanah yang paling tajam. Kondisi geologi daerah pesisir yang merupakan tanah lunak ditunjang dengan peningkatan pembangunan pemukiman dan penggunaan air tanah menyebabkan penurunan muka tanah semakin tinggi.

Baca juga: Anies: Tanggul bukan solusi permanen atasi Jakarta tenggelam

"Perlu adanya monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut," tutur peneliti bidang teknologi penginderaan jauh itu.

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama BRIN Prof. Eddy Hermawan mengatakan fenomena turunnya permukaan tanah di pesisir utara Pulau Jawa lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan selatan Jawa yang struktur geologinya cenderung berbukit.

Baca juga: Aktivis lingkungan: 90 persen mata air di Tulungagung hilang

Ia menuturkan Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya adalah kota-kota pesisir utara Jawa yang paling rawan terhadap penurunan tanah ekstrim hingga tahun 2050.

Menurut Eddy, kondisi morfologi daerah pesisir yang relatif datar membuat hampir seluruh aktivitas pembangunan infrastruktur jalan dan perekonomian dipusatkan di utara Jawa.

Itu membuat beban tanah karena bangunan dan penyedotan atas penggunaan air tanah menjadi lebih intensif dibandingkan dengan wilayah lain.

Oleh karena itu, upaya mitigasi dengan kebijakan penggunaan air tanah, penanaman mangrove, dan pencegahan perusakan lingkungan harus segera dilakukan.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021