Cinangka, Serang (ANTARA News) - Kegempaan yang terjadi di Gunung Anak Krakatau, tidak bisa terpantau secara utuh selama 24 jam karena ada bagian dari Sismometer, alat deteksi gempa, tidak berfungsi akibat tertutup debu vulkanik yang keluar dari gunung itu.

"Alat `carrier off` pada Senin (27/12) pukul 18:30 WIB, dan perkiraan kita karena solar panel pada Sismometer tertutup debu dan tremor letusan, sehingga kegempaan tidak terekam secara utuh," kata Kepala Pos Pamantau Gunung Anak Krakatau (GAK) Anton S Pambudi di Cinangka, Seang, Banten, Selasa.

Dia menjelaskan, Solar Panel yang tidak berfungsi mengakibatkan kegempaan yang terjadi pada gunung yang terletak di Selat Sunda itu, tidak dapat dipantau sejak pukul 18:30 WIB.

"Jadi sepanjang hari Senin kemarin, kegempaan yang terpantau dari pukul 00:00 WIB sampai pukul 18:30 WIB saja, setelah itu kami tidak bisa lagi mengetahui kegempaan yang terjadi," katanya menambahkan.

Solar panel pada Sismometer, kata dia, akan berfungsi kembali jika debu yang menutupinya hilang. Alat itu akan kembali bersih dari debu jika hujan turun.

"Kegempaan yang terekam di pos pemantau bersumber dari solar panel, sementara energi yang didapati dari solar panel bersumber dari tata surya atau matahari," katanya.

"Beberapa pekan lalu, solar panel juga sempat tidak berfungsi, dan penyebabnya masih sama, jadi harapan kami hujan turun sehinga membersihkan debu yang berada di alat itu," katanya.

Pusat Vulkanalogi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tidak berani mendatangi lokasi kegempaaan, karena material yang dikeluarkan dari perut GAK bersuhu diatas 600 derajat selcius.

"Dengan suhu seperti itu, tentunya akan sangat membahayakan, jadi harapan kami hanya dengan air hujan," ujarnya.(*)
(ANT-152/S031/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010