Pekanbaru (ANTARA) - PT Perkebunan Nusantara V mengingatkan Koperasi Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, versi Anthony Hamzah untuk mematuhi dan tidak mempermainkan hukum.
"Kopsa-M versi ketua Anthony Hamzah sudah pernah menggugat PTPN V di Pengadilan Negeri Bangkinang pada 2019 lalu. Hasilnya, tuntutan mereka seluruhnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Bangkinang," kata Pengacara PT Perkebunan Nusantara V, Dr Sadino dalam keterangan tertulisnya di Pekanbaru, Kamis.
Dalam gugatannya kala itu, Anthony meminta majelis hakim agar PTPN V membayarkan kerugian materiil sebesar Rp129 miliar, melunasi hutang di Bank Mandiri dan di PTPN V, menuntut perusahaan untuk mengembalikan lahan seluas 1.650 hektare beserta jaminan kredit surat hak milik (SHM) dan meminta Pengadilan menyatakan PTPN V telah gagal membangun kebun Kopsa M seluas 1.650 ha serta wanprestasi terhadap isi perjanjian.
"Oleh majelis hakim PN Bangkinang, gugatan mereka seluruhnya dinyatakan tidak dapat diterima," tegasnya.
Baca juga: Setara minta Kapolri hentikan kriminalisasi petani Kopsa M Kampar
Usai putusan atas registrasi perkara No 99/Pdt.G/2019/PN.Bkn tersebut, Kopsa-M versi Anthony kembali melakukan banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru pada Maret 2020. Di Pengadilan Tinggi, kata dia, amar putusan justru menguatkan putusan tingkat pertama.
Setelah gagal di tingkat banding, Anthony kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada Juni 2021, kasasi tersebut kemudian dicabut.
"Dengan demikian, artinya atas permasalahan ini telah ada putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Sehingga secara legal, perjanjian antara Kopsa-M dan PTPN V yang disepakati pada tahun 2003, 2006 dan 2013 lalu, sah dan masih berlaku serta menjadi undang-undang antara keduanya," ungkap akademisi pascasarjana Universitas Al-Azhar Indonesia itu.
Lebih jauh, ia menyebutkan PTPN V adalah bapak angkat sekaligus avalis (perjanjian timbal balik) kebun Kopsa-M yang merupakan kebun dengan pola Koperasi Kredit Primer untuk Anggota (KKPA). Lahan seluruhnya 100 persen berasal dari masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa masyarakat melalui Kopsa-M dan Ninik Mamak atau tetua adat setempat pada tahun 2001 meminta PTPN V untuk dibangunkan perkebunan. Perusahaan setuju dan mulailah dibangun kebun pola KKPA.
Baca juga: Moeldoko minta penyelesaian konflik agraria di tanah PTPN dipercepat
Saat itu total luasan yang disebutkan masyarakat untuk dibangun perkebunan mencapai 4.000 Ha. Terdiri dari Kebun Kopsa-M 2.000 Ha, kebun inti 500 Ha, Kebun Sosial Masyarakat Desa Pangkalan Baru 500 Ha, dan Kebun Sosial 1.000 Ha.
"Tapi ternyata setelah diukur, arealnya tidak cukup, sehingga dari beberapa tahap pembangunan, yang terbangun adalah seluas 1.650 Ha kebun untuk Kopsa-M sendiri. PTPN V tidak dapat kebun inti sama sekali seperti yang direncanakan di awal. Ada surat ninik mamak yang menyatakan areal tidak tersedia untuk kebun inti sehingga batal dibangun," ujarnya.
Baginya, hal ini jelas membantah tudingan menyesatkan yang menyebutkan PTPN V merampas tanah rakyat dan menjual kebun inti serta melakukan korupsi.
"Saya pastikan itu tidak benar. Wong sampai saat ini tanah dan asetnya sepenuhnya dikuasai oleh Kopsa-M. Tidak ada sejengkalpun kebun inti PTPN V di sana. Jadi tolonglah jangan membuat berita yang tidak sesuai fakta di berbagai media, apalagi sampai mempermainkan hukum," tegasnya.
Baca juga: Setara minta Menteri BUMN bertindak selesaikan konflik lahan PTPN V
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021