Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak berharap pengelolaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) oleh pemerintah daerah kabupaten/kota mulai 1 Januari 2011 berjalan lancar.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, M Iqbal Alamsyah dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, meminta kepada pemerintah kabupaten/kota yang telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang BPHTB, dapat segera berkoordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan pengelolaan BPHTB dapat berjalan lancar.
"Apabila masih diperlukan pembahasan lebih lanjut tentang pelaksanaan pengelolaan BPHTB, pemerintah kabupaten/kota dapat berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak setempat," kata Iqbal.
Sementara itu kepada pemerintah kabupaten/kota yang belum memiliki Perda tentang BPHTB diharapkan dapat segera menyelesaikan Perda dimaksud.
Mulai 1 Januari 2011, pengelolaan BPHTB dialihkan dari pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan) kepada pemerintah kabupaten/kota. Pengalihan itu merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Berdasar Pasal 180 UU itu, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memungut BPHTB setelah memiliki dasar hukum daerah yaitu Perda.
Sebelumnya Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu Herry Purnomo yang sekaligus menjabat sebagai Dirjen Perimbangan Keuangan, mengungkapkan bahwa hingga awal Desember 2010, baru sekitar 52 daerah yang telah menyiapkan Perda dan 142 daerah dalam proses pembahasan dan evaluasi Perda. Masih ada 14 daerah yang belum menyusun Perda dan 283 daerah yang belum memberikan informasi.
Ia menyebutkan, saat ini penerimaan BPHTB dari 234 daerah di Indonesia masuk dalam kelompok tinggi yaitu di atas Rp1 miliar, 61 daerah dalam kelompok sedang yaitu antara Rp500 juta-Rp1 miliar. Sementara sebanyak 197 daerah masih dalam kategori rendah dengan jumlah penerimaan di bawah Rp500 juta.
Herry mengungkapkan, selama ini penerimaan negara dari BPHTB mencapai sekitar Rp7,3 triliun per tahun. Pengalihan ke daerah menyebabkan kehilangan penerimaan pemerintah sebesar Rp7,3 triliun itu.
Berdasar UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah juga akan mengalihkan pajak bumi dan bangunan perkotaan dan pedesaan (PBB-P2) paling lambat 1 Januari 2014. Bagi daerah yang telah siap memungut PBB-P2, dapat segera merealisasikan sebelum 2014.
Sebelumnya Menkeu Agus Martowardojo juga mengatakan bahwa jika pemerintah daerah tidak siap memungut BPHTB, maka ada potensi penerimaan daerah yang hilang karena secara hukum pemerintah pusat sudah tidak berhak menarik BPHTB.
Ia juga mengatakan, kalau pemerintah daerah tidak dapat memungut BPHTB karena kurangnya persiapan, maka transaksi jual beli tanah tidak dapat dilakukan.
"Harus kita ingat kalau BPHTB tidak dikumpulkan, nanti jual beli tanah tidak bisa dilakukan, karena pasti notaris bertanya sudah bayar BPHTB atau belum. Ini jangan dibiarkan karena potensi penerimaan daerah tidak terjaga," ujarnya.
(A039/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010
Dispenda Sudah Terima Ratusan Juta BPHTB dari Wajib Pajak
Kepala Bidang Perencaan dan Pengendalian Operasional Dispenda Kota Cimahi Budi Raharja optimis, dalam kondisi seperti itu target pajak BPHTB Kota Cimahi 2011 sebesar Rp 16 miliar bisa tercapai. Budi menegaskan, perda tentang pajak daerah Kota Cimahi sampai saat ini memang belum resmi diberlakukan. Dari aspek legalitas pemkot Cimahi memang belum bisa memungut pajak BPHTB dari masyarakat. Kendati demikian, tidak sedikit wajib pajak yang bersikeras meminta Dispenda menampung pajak BPHTB yang mereka bayarkan. Alasannya, mereka butuh keterangan sudah membayar pajak guna kelancaran pengurusan sertifikat tanah dan bangunan. Menurut Budi, pajak yang sudah dibayarkan wajib pajak saat ini statusnya baru sebatas ditampung dan belum diproses secara formal sebagai pendapatan daerah. "Kami tetap harus menunggu berlakunya perda. Jika memang harus dikembalikan, maka akan dikebalikan," tuturnya. Salut kepada pihak2 terkait di Kota Cimahi, dalam hal ini BPN Kota Cimahi
UU No.28 Tahun 2009 soal pungutan BPHTB
Redaksi Yth,
Repot apabila Pemerintah berorientasi pada Rugi Laba bukan berorientasi pada pelayanan., hal ini sehubungan dengan diberlakukannya UU No.28 Tahun 2009, bahwa per tanggal 01 januari 2011 pemungutan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) yang semula dipungut oleh Pemerintah Pusat, beralih dipungutnya oleh Pemerintah Kab/Kota sesuai Objek Pajak berada, sampai dengan surat ini dibuat di Kota Bandung PPAT belum bisa melaksanakan transaksi pembuatan Akta Jual Beli (AJB), dikarenakan BPN Kota Bandung menolak menerima berkas AJB untuk memproses pengalihan haknya, apabila pembayaran BPHTB nya belum divalidasi oleh Pemda Kota Bandung.
Sementara Pemda Kota Bandung belum siap menerima BPHTB, katanya payung hukum dan sistemnya masih digodok, akibatnya saat ini masyarakat yang hendak bertransaksi jual beli tanah
UU No.28 Tahun 2009 soal pungutan BPHTB
Redaksi Yth,
Repot apabila Pemerintah berorientasi pada Rugi Laba bukan berorientasi pada pelayanan., hal ini sehubungan dengan diberlakukannya UU No.28 Tahun 2009, bahwa per tanggal 01 januari 2011 pemungutan BPHTB (Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) yang semula dipungut oleh Pemerintah Pusat, beralih dipungutnya oleh Pemerintah Kab/Kota sesuai Objek Pajak berada, sampai dengan surat ini dibuat di Kota Bandung PPAT belum bisa melaksanakan transaksi pembuatan Akta Jual Beli (AJB), dikarenakan BPN Kota Bandung menolak menerima berkas AJB untuk memproses pengalihan haknya, apabila pembayaran BPHTB nya belum divalidasi oleh Pemda Kota Bandung.
Sementara Pemda Kota Bandung belum siap menerima BPHTB, katanya payung hukum dan sistemnya masih digodok, akibatnya saat ini masyarakat yang hendak bertransaksi jual beli tanah