Tanggal) 21 atau 28 (Oktober) Insya Allah kita selesaikan (dengan pembacaan putusan)

Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, di Jakarta, Kamis, mengumumkan jadwal agenda pembacaan tuntutan sampai vonis terhadap aktivis buruh Jumhur Hidayat yang dituduh oleh jaksa menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian.

Jadwal itu ditetapkan oleh majelis hakim, setelah hakim ketua Hapsoro Widodo dan dua hakim anggota, yaitu Nazar Effriadi dan I Dewa Made Budi Watsara mendalami keterangan Jumhur sebagai terdakwa dalam persidangan.

Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan pun dijadwalkan berlangsung pada Kamis (23/9) minggu depan, kemudian diikuti dengan pembacaan nota pembelaan atau pleidoi pada 30 September 2021.

Jika penuntut umum ingin memberi tanggapan atas pleidoi, maka pembacaan replik dijadwalkan berlangsung pada 7 Oktober 2021, yang diikuti oleh duplik pada 14 Oktober, kata hakim ketua Hapsoro Widodo saat sidang.

“(Tanggal) 21 atau 28 (Oktober) Insya Allah kita selesaikan (dengan pembacaan putusan),” kata Hapsoro di hadapan Jumhur, penuntut umum dan penasihat hukum.

Jumhur pada sidang yang berlangsung di Ruang Oemar Seno Adji, PN Jakarta Selatan, Kamis, kembali menegaskan cuitannya, yang menjadi dasar tuduhan jaksa, bukan berita bohong.

“Saya tidak berbohong, karena saya hanya mengomentari berita, yang tidak berbeda dengan fakta. Saya (membuat) analisis berita, walaupun itu pendek,” kata Jumhur.

“Yang kedua, saya tidak punya niat apa pun untuk melakukan keonaran sebagaimana yang dituduhkan (oleh jaksa),” ujar dia pula.

Terkait tuduhan keonaran, Jumhur menyampaikan ia tidak punya hubungan dengan para pihak yang berbuat onar saat berunjuk rasa menentang UU Omnibus Law Cipta Kerja tahun lalu.

Jumhur juga menyampaikan ia tidak mengetahui situasi ricuh tersebut, karena saat itu ia dirawat di rumah sakit untuk operasi kantong empedu.

Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sekaligus Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), telah didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran.

Aktivis buruh itu juga dituduh menyebarkan ujaran kebencian lewat cuitannya di media sosial Twitter, yang isinya mengkritik Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja pada 7 Oktober 2020.

Jumhur, lewat akun Twitter pribadinya, mengunggah cuitan: “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2”.

Dalam cuitannya, Jumhur mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul “35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja”.

Akibat cuitan itu, Jumhur terancam dijerat oleh dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca juga: Jumhur diminta hadirkan dokter untuk jelaskan kondisinya pascaoperasi
Baca juga: Sidang Jumhur ditunda sepekan karena terdakwa masih pemulihan

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021