Atmakusumah mengatakan salah satu kerumitan masalah kode etik atau etika pers adalah kemungkinan untuk ditafsirkan dari beberapa sisi atau multitafsir.
"Walau demikian, hanya penafsiran yang masuk akal atau rasional yang lazimnya dapat diterima para pengamat dan praktisi media pers pada umumnya," ujarnya.
Namun di antara itu semua ada banyak pasal etika jurnalistik yang penafsirannya sudah baku, diantaranya empat kode etik yang sanksi moralnya bersifat absolut.
Yakni, wartawan harus serta merta meninggalkan profesi jurnalistik untuk selama-lamanya atau seumur hidupnya apabila melanggar salah satu dari empat kode etik.
Pertama, membuat berita dengan informasi yang sejak semula diketahui bohong, tetapi dipublikasikan seolah-olah mengandung kebenaran.
Kedua, menerima suap yang menyebabkan publikasi atau sebaliknya tidak mempublikasikan suatu informasi.
Ketiga, melakukan plagiarism (penjiplakan) dengan mengutip karya jurnalistik orang lain yang diakui sebagai karyanya sendiri.
Terakhir, mengungkapkan identitas anonim, konfidensial atau rahasia yang menyebabkan narasumber yang dijanjikan akan dirahasiakan itu serta anggota keluarganya mengalami ancaman jiwa.
Lokakarya diselenggarakan atas kerjasama antara LPDS bersama Pertamina Region Sumatera itu. (*)
ANT/AR09
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010