Kita harus memastikan bahwa kebijakan belanja benar-benar menggambarkan upaya penguatan spending better untuk menghasilkan belanja yang lebih efisien produktif dan berbasis hasil,Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Anggaran DPR RI Muhidin Mohamad Said menyatakan belanja yang disusun pemerintah sebesar Rp2.714,2 triliun dalam postur sementara RAPBN 2022 akan mampu memperkuat fundamental ekonomi nasional di tengah krisis pandemi COVID-19.
“Diharapkan kebijakan ini memperkuat fundamental ekonomi nasional 2022,” katanya dalam Rapat Panja Badan Anggaran DPR RI bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta, Rabu.
Postur belanja negara sendiri mengalami peningkatan Rp5,5 triliun yakni dari Rp2.708,7 triliun dalam penetapan RAPBN 2022 menjadi Rp2.714,2 triliun dalam postur sementara kali ini.
Kenaikan tersebut berasal dari target penerimaan perpajakan dan PNBP yang masing-masing naik dari Rp1.506,9 triliun menjadi Rp1.510 triliun dan dari Rp333,2 triliun menjadi Rp335,6 triliun.
Belanja negara dinaikkan Rp5,5 triliun karena nantinya akan dimanfaatkan untuk tambahan belanja pendidikan Rp1,1 triliun dan tambahan belanja non pendidikan Rp4,4 triliun.
Oleh sebab itu belanja pemerintah pusat yang merupakan salah satu komponen belanja negara naik dari Rp1.983,3 triliun menjadi Rp1.943,7 triliun.
Belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja K/L yang naik dari Rp940,6 triliun menjadi Rp945 triliun dan belanja non K/L Rp997,7 triliun menjadi Rp998,8 triliun.
Said mengapresiasi kebijakan belanja pemerintah pusat yang tertuang dalam RAPBN 2022 karena tetap fokus untuk mendukung keberhasilan pemulihan sosial, ekonomi dan masyarakat.
Baca juga: Banggar DPR-Pemerintah sepakati penerimaan perpajakan Rp1.510 triliun
Menurutnya, target pemulihan tersebut dapat dicapai melalui kombinasi langkah reformasi struktural khususnya di sektor kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial.
“Kami mengapresiasi kebijakan belanja pemerintah pusat yang tertuang dalam RAPBN 2022,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa kebijakan belanja harus bisa mengantisipasi tantangan fiskal yang akan dihadapi sekaligus melakukan mitigasi risiko fiskal dalam pelaksanaan APBN melalui penyediaan fiscal buffer yang memadai.
Hal itu harus terwujud mengingat APBN tahun 2022 merupakan APBN transisi menuju pelaksanaan APBN yang normal pada 2023 dengan defisit kembali berada di bawah 3 persen.
“Kita harus memastikan bahwa kebijakan belanja benar-benar menggambarkan upaya penguatan spending better untuk menghasilkan belanja yang lebih efisien produktif dan berbasis hasil,” katanya.
Tak hanya itu Said meminta agar kebijakan belanja pemerintah turut menghasilkan multiplier efek yang kuat dalam mendorong perkembangan pertumbuhan ekonomi serta efektif untuk meningkatkan kesejahteraan.
Ia berharap kebijakan belanja segera diikuti dengan langkah konsolidasi fiskal secara bertahap dan berkesinambungan agar mampu mendorong keseimbangan primer untuk bergerak menuju positif dalam jangka menengah.
“Sekaligus menjaga rasio utang terhadap PDB dalam batas fisiologis yang aman dan terkendali,” ujarnya.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata pun memastikan seluruh usulan para anggota DPR akan diakomodasikan dalam setiap kebijakan belanja pemerintah.
“Kami pastikan apa yang kami usulkan yaitu penyesuaian tambahan belanja adalah ada di dalam usulan K/L. Tambahan yang memang pada waktu itu tidak bisa kami akomodasi jadi sekarang kami lakukan prioritasi sebaik-baiknya,” jelasnya.
Baca juga: Sri Mulyani: Insentif pajak dilanjutkan 2022, namun lebih selektif
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021