Pertama, inflasi rendah bisa dimaknai sebagai keberhasilan pemerintah dan BI dalam menjaga stabilitas harga. Namun, yang kedua, inflasi rendah ini juga dapat terjadi akibat rendahnya daya beli masyarakat karena kondisi perekonomian yang belum benar-b
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Harmusa Oktaviani mengingatkan rendahnya tingkat inflasi bukan saja hanya karena keberhasilan mengendalikan harga, tetapi juga berpotensi terkait dengan kemampuan daya beli masyarakat saat ini.
Harmusa dalam rilis di Jakarta, Rabu, menilai bahwa inflasi dapat dimaknai seperti dua sisi berbeda dari mata uang yang sama.
"Pertama, inflasi rendah bisa dimaknai sebagai keberhasilan pemerintah dan BI dalam menjaga stabilitas harga. Namun, yang kedua, inflasi rendah ini juga dapat terjadi akibat rendahnya daya beli masyarakat karena kondisi perekonomian yang belum benar-benar pulih,” ujar Harmusa.
Politisi Partai Demokrat itu mengemukakan bahwa saat pandemi masih berlangsung, daya beli masyarakat belum benar-benar pulih.
Ia berpendapat bahwa jika daya beli tersebut sudah kembali, maka ke depannya pasti angka inflasi cenderung bergerak naik.
“Sehingga, kami mohon agar BI jangan dulu klaim rendahnya inflasi ini karena keberhasilan BI kendalikan harga. Namun harus benar-benar dikaji secara tepat,” kata Harmusa.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun menilai rendahnya inflasi sebagai suatu prestasi pemerintah hanya akan terjadi dalam kondisi perekonomian yang normal.
Misbakhun yang berasal dari Partai Golkar itu mengingatkan, Amerika Serikat menggunakan isu kenaikan inflasi 5,4 persen dalam rangka untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Hal tersebut, lanjutnya, karena selama ini inflasi di negara tersebut hanya berkisar 2 persen.
"Kita yang biasanya inflasi stabil di angka 3 koma sekian persen, sekarang stabil di angka 1 hingga 2 persen. Bahkan ada kecenderungan kita deflasi. Lah, ini yang harus kemudian menjadi pertanyaan, apakah kita tidak membutuhkan inflasi yang tinggi untuk angkat perekonomian kita?” katanya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa inflasi yang terkendali pada Agustus diiringi dengan permintaan yang mulai meningkat di sektor manufaktur.
“Tercermin dari PMI pada bulan Agustus yang juga meningkat berada pada level 43,7. Level tersebut menunjukkan adanya kenaikan performa sektor manufaktur dari bulan sebelumnya yang berada pada level 40,1,” kata Menko Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (2/9).
Airlangga mengatakan level indeks manajer pembelian (PMI) Indonesia lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN, seperti Myanmar (36,5), Vietnam (40,2) dan Malaysia (43,4).
Inflasi pada Agustus 2021 tetap terkendali sebesar 0,03 persen (mtm) atau 1,59 persen (yoy). Inflasi tersebut utamanya disumbang oleh komponen inflasi inti dengan andil sebesar 0,14 persen. Perkembangan inflasi inti menunjukkan peningkatan jika dibandingkan bulan Juli 2021 sebesar 0,07 persen (mtm) menjadi sebesar 0,21 persen (mtm) pada Agustus 2021.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengharapkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia disertai dengan terkendalinya inflasi di kuartal II 2021, dapat terus berlanjut di kuartal III 2021.
Baca juga: Pakar: Daya beli masyarakat mampu bangkitkan ekonomi
Baca juga: BPS DKI: Daya beli masyarakat Jakarta belum pulih
Baca juga: Kemenko Perekonomian dorong daya beli masyarakat dengan bansos
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021