kekerasan terhadap anak di Papua justru dimulai dari orang-orang terdekat

Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Yayasan Wahana Visi Indonesia, Agustinus Agung Wijaya mengatakan bahwa diperlukan lahirnya kebijakan-kebijakan khusus terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak di Provinsi Papua.

"Perlunya lahir kebijakan yang khusus tentang pemenuhan hak dan perlindungan anak yang secara genuine dan secara konteks dibutuhkan oleh kabupaten-kabupaten (di Papua)," kata Agung Wijaya dalam webinar bertajuk "Mengurai Kerumitan Perlindungan Anak di Papua. Harus Mulai Dari Mana?" yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.

Rekomendasi itu berdasarkan hasil riset Wahana Visi Indonesia yang bertema "Kajian Kebijakan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak di Papua".

Selain itu kapasitas para aparatur sipil negara (ASN) harus ditingkatkan untuk membuat program pemenuhan hak dan perlindungan anak yang berkesinambungan.

Baca juga: Anak-anak Papua kerap hadapi kekerasan fisik dan verbal
Baca juga: Satgas TNI ajak anak di pegunungan Papua belajar dan bermain

Agung menambahkan pemerintah kabupaten setempat perlu dibantu untuk mendesain program yang memiliki keterkaitan dengan masyarakat, utamanya melibatkan anak atau Forum Anak sebagai penerima manfaat program serta melibatkan para pemangku kepentingan adat, gereja, kelompok peduli anak dan LSM.

Selain itu perbedaan pandangan sosiobudaya dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak harus dijembatani dengan pendekatan adat maupun gereja.

"Untuk mulai menyadarkan secara sosiobudaya bahwa anak adalah masa depan Papua karena banyak kasus kekerasan terhadap anak di Papua justru dimulai dari orang-orang terdekat yang semestinya menjadi tempat (anak-anak) berlindung," katanya.

Kampung menurut dia, bisa menjadi titik awal yang baik dalam upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak di Bumi Cendrawasih.

"Kampung adalah titik awal yang baik karena banyak problem sebenarnya sudah bisa dijembatani oleh kampung," katanya.

Baca juga: Riset: Anak-anak Papua butuh rumah aman
Baca juga: Ratusan anak penghirup aroma lem di Manokwari jalani rehabilitasi

Persoalan anak di Papua ini juga tidak terlepas dari faktor kemiskinan sehingga penguatan ekonomi berbasis kampung perlu dilakukan dengan berdasarkan pada potensi sumber daya yang ada di kampung tersebut.

Riset juga mengungkap bahwa ada enam permasalahan yang dihadapi anak-anak di Papua yakni kekerasan fisik dan verbal, perundungan, pergaulan bebas dan perkawinan anak, masih rendahnya kepemilikan akte kelahiran, akses pendidikan rendah serta penyalahgunaan aroma lem perekat.

Penelitian Wahana Visi Indonesia ini dilakukan di empat kabupaten di Provinsi Papua yakni Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Asmat.

Baca juga: UNICEF sebut Papua-Papua Barat responsif lindungi anak saat pandemi
Baca juga: Menteri Yohana ingin luncurkan Kabupaten/Kota Layak Anak di Papua

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021