Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menyoroti konflik horizontal akibat maraknya keberadaan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL), dan Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Provinsi Riau.
"Untuk menghindari konflik horizontal dengan masyarakat, maka BPN harus melakukan pengukuran ulang terhadap luas tanah yang mendapatkan HGU, HGB, HPL dan HTI karena disinyalir terdapat pemakaian lahan melebihi aturan yang diberikan," kata Junimart dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Hal itu disampaikan Junimart sebagai bagian dari kesimpulan hasil Kunjungan Kerja Panja Evaluasi HGU, HGB dan HPL Komisi II DPR RI yang dipimpin Ahmad Doli Kurnia di Kota Pekanbaru, Senin (13/9).
Junimart mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Riau, segera melakukan pengukuran ulang atas luas tanah yang diterima para pemenang HGU, HGB, HPL, dan HTI di wilayah tersebut.
Baca juga: Junimart ingatkan warga jangan terprovokasi perusakan masjid JAI
Ketua Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah Komisi II DPR RI itu menegaskan bahwa BPN harus turut meninjau keberadaan dari kebun plasma yang didirikan para pemilik hak atas tanah untuk perkebunan kelapa sawit dan plasma-plasma harus ditinjau tentang keberadaannya.
Menurut dia, desakan tersebut disampaikan dengan tujuan agar ada kepastian hukum yang diterima rakyat terkait tanah untuk rakyat meskipun tanah tersebut boleh dikelola pemilik HGU, HGB, HPL, dan HTI, tetapi sepenuhnya pengelolaan itu bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.
"Harus ada kepastian hukum. Tanah untuk rakyat, tanah diperbolehkan untuk dikelola, diusahakan oleh pengusaha untuk kesejahteraan rakyat sesuai amanah Pasal 33 UUD 1945," katanya.
Selain itu, Junimart menyoroti terkait hak dan kewenangan pemerintah daerah (pemda) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam menetapkan objek tanah redistribusi atau “tanah redis“, yaitu tanah pertanian yang sudah berstatus tanah negara dan telah dinyatakan secara resmi oleh pemerintah sebagai objek "landreform".
Baca juga: DPR minta Pemerintah perjelas prosedur permintaan vaksin dari daerah
Dia berharap melalui kekuasaan atas redis itu, ke depan pemerintah harus lebih tegas memberikan aturan dan sanksi kepada para penerima HGU, HGB, HPL, dan HTI yang hanya memanfaatkan haknya untuk kepentingan perbankan semata.
"Tanah tidak ada yang telantar, yang ada selama ini tanah-tanah tersebut ditelantarkan sebagian oleh para penerima HGU, HGB, HPL, dan HTI setelah mereka menerima 'manfaat' dari perbankan. Untuk pola sindikasi ini, ke depan pemerintah harus lebih tegas memberikan aturan dan sanksi kepada para penerima hak," katanya.
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan terkait penetapan kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor 903.
Baca juga: Junimart sarankan Polri jadi eksekutor vaksin
Menurut dia, SK Menhut Nomor 903 yang menetapkan suatu kawasan menjadi lahan hutan padahal tanah tersebut sudah mempunyai sertifikat hak milik dan hak lainnya jauh beberapa tahun sebelumnya.
"Aturan itu tidak boleh berlaku surut. Kementerian ATR/ BPN harus bersikap tegas dengan terbitnya SK Nomor 903 dan SK lainnya menyangkut tanah dari Kementerian KLHK karena tidak ada koordinasi-komunikasi dengan lembaga terkait," ujarnya.
Kunjungan kerja dihadiri Gubernur Provinsi Riau Syamsuar, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Riau M. Syahrir, Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, Komandan Korem (Danrem) 031/Wira Bima Riau Brigjen TNI M. Syech Ismed, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Jaja Subagja.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021