Komentar Nurhayati itu menanggapi pembicaraan telepon pemimpin demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi kepada Menlu Marty Natalegawa yang mengapresiasi dukungan Indonesia terhadap negerinya.
"Ini berarti Ang San Suu Kyi mengetahui peran Indonesia terhadap demokratisasi di Myanmar, tetapi saya berharap 2.000 tapol lainnya segera dibebaskan," kata Nurhayati melalui wawancara telepon dengan ANTARA, Kamis
Dari 2.000 tahanan politik itu, kurang dari 250 di antaranya adalah perempuan.
Nurhayati mengutarakan harapan dari pembebasan Suu Kyi, tahanan politik yang dibebaskan November lalu, akan dibarengi dengan pembebasan tapol lainnya supaya proses demokrasi bisa berjalan damai.
Ia juga menambahkan banyak partai politik yang menerima pengakuan dari pemerintah junta militer Myanmar merupakan bentuk kemajuan demokrasi.
"Kita akan terus mendukung dan mengikuti proses demokrasi yang berkembang di Myanmar, tetapi yang terpenting ialah kemauan dari masyarakat Myanmar itu sendiri," jelasnya.
Ia memaparkan, apapun yang dilakukan oleh Indonesia tidak akan berpengaruh tanpa kemauan dan keinginan Myanmar.
Myanmar diperintah militer sejak 1962 dan menolak mengakui hasil Pemilu 1990 yang dimenangkan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi.
Semenjak itu, pemenang penghargaan Nobel Perdamaian itu telah menjalani hukuman tahanan rumah selama sekitar 15 tahun dalam 21 tahun terakhir. (*)
(T.KR-IFB/A041/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010