Surabaya (ANTARA News) - Guru Besar FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Kacung Marijan berpendapat, pihak keraton Yogyakarta seharusnya bersikap terbuka mengenai tradisi suksesi untuk mengakhiri polemik dalam RUU Keistimewaan Yogyakarta yang sedang dibahas DPR.
"Kalau saja pihak keraton terbuka mengenai tradisi suksesi, saya kira tidak mungkin menimbulkan polemik berkepanjangan seperti sekarang," katanya di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya perlu mengetahui tradisi suksesi di lingkungan kesultanan itu.
Apalagi Sri Sultan Hamengkubuwono X, lanjut dia, tidak memiliki putra mahkota karena semua anaknya perempuan.
"Nah, ini yang perlu disampaikan kepada masyarakat. Siapa nanti yang bakal menggantikannya, kalau tidak ada putra mahkota? Bagaimana tradisi suksesi yang selama ini berjalan di lingkungan keraton?" kata peraih gelar master dan doktor dari Flinders University, Australia, itu.
Masyarakat Yogyakarta juga perlu mendapat pengetahuan tentang proses mendapatkan kepemimpinan di lingkungan keraton dan Gubernur Yogyakarta dalam jangka waktu yang panjang.
Hal itu juga untuk menjawab keragu-raguan pihak lain di luar keraton dalam penetapan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kacung juga mengimbau semua pihak untuk bersikap arif dalam proses pengesahan RUU Keistimewaan Yogyakarta.
"Sikap arif itu penting untuk menjaga kemurnian RUU tersebut dari campur tangan pihak-pihak lain," ucap Kacung, menegaskan.
Dia juga mengingatkan anggota DPR yang membahas RUU Kesitimewaan Yogyakarta untuk berpikir jangka panjang dalam melahirkan konsep demokrasi modern.(*)
(T.M038/C004/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010