Agus Maha Usadha, pemilik Maha Arta Gallery, saat jumpa pers di Sanur, Rabu menjelaskan, keenam pelukis itu adalah, Chusin Setiadikara, Made Budhiana, Made Wianta, Mangu Putra, dan dua pelukis asing, yakni Nico Vrielink dan Davina Stephens.
"Pameran akan dibuka dengan pertunjukkan seni Made Wianta yang akan mengeksplorasi bahan kertas di atas berbagai media dengan warna-warna mencolok mata," katanya.
Dia menjelaskan, pameran ini bertujuan untuk mengapresiasi dan melihat kembali karya di atas kertas yang semakin ditinggalkan dan kurang diminati. Padahal, karya seni di atas kertas memiliki kualitas yang tak kalah bagus dan menyajikan substansi bebas, lepas dan tanpa tendensi apapun.
Seni rupa yang menggunakan media kertas, kurang banyak dilirik perupa maupun masyarakat umum. Adanya kemajuan teknologi, kebutuhan masyarakat kini dan isu-isu lingkungan kian meminggirkan kertas dari kehidupan sehari-hari.
"Kehadiran teknologi digital dan gadget canggih seperti Ipad, semakin menggeser peran kertas di masa depan," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Made Wianta, akan mengekpresikan kesenian dengan karya-karyanya yang merespons kertas berupa sketsa, drawing, pusi dan instalasi.
"Kertas memiliki efek, tekstur serta kelenturan yang berbeda-beda dan memunculkan estetika dan efek tak terduga," kata Wianta menambahkan.
Pelukis kenamaan Bali ini sangat menyayangkan, di bangku sekolah dan kuliah tidak banyak diajarkan berkarya menggunakan kertas. Selain itu, kata dia, studi tentang ilmu bahan juga masih langka, sehingga banyak yang meragukan daya tahan kertas terhadap cuaca, cahaya maupun kelembaban.
Ia mengatakan, sebenarnya seniman tidak perlu cemas dengan beralihnya media berkarya dari kertas ke media teknologi digital, karena semua memiliki dimensi dan kekuatan masing-masing.
Para perupa ini, akan menuangkan karya seninya. Pertama, kertas yang berfungsi sebagai tempat ekpresi dan kedua, kertas sebagai ilustrasi atau simbol untuk objek.
Sementara pelukis kelahiran New Zealand, Davina, lebih tertarik untuk mengambil tema-tema berlatar belakang masyarakat Hindu Bali. "Saya menampilkan tiga karya. Pertama, menggambarkan orang yang tengah mencari identitas. Kedua, mencari di luar identitas dan ketiga, melukiskan bertemunya dua identitas yang berbeda," ucapnya.
Dengan berbagai teknik yang dimainkannya, dalam karya di atas kertas itu, Davina menggambarkan dia dalam posisi "floating map" yakni mempertanyakan keberadaan dirinya yang lahir di New Zeland, besar di India dan akhirnya mengisi hari-hari terakhirnya di Bali.
(T.ANT-166/M026/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010