Jakarta (ANTARA News) - Arkeolog yang masuk sebagai wisatawan mancanegara (Wisman) diduga melakukan riset ilegal di kawasan Lembah Bada di Poso, Sulawesi Tenggara.

Menanggapi kenyataan itu, Peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Dwi Yani Yuniawati Umar, di Jakarta, Selasa mengatakan, saat ini banyak pihak yang mengatasnamakan wisatawan mancanegara yang mencoba menelusuri dan meneliti tentang situs tersebut.

Oleh karena itu, pihaknya gencar mensosialisasikan pentingnya menjaga kelestarian dan keaslian situs Lembah Bada, Poso, Sulawesi Tenggara, kepada pemangku kepentingan di wilayah setempat.

"Mereka berlagak sebagai turis. Jadi, selain kepada aparat setempat, kita juga sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk memberitahukan betapa pentingnya menjaga keaslian dan kelestarian situs ini bagi dunia terlebih bagi bangsa Indonesia," kata Dwi Yani.

Di kawasan tersebut, terdapat tiga lembah yaitu lembah Bada, lembah Napu, dan lembah Besoa yang di dalamnya terdapat beberapa titik peninggalan Megalitik berbentuk arca-arca dan kalamba (stone vats) yang memiliki kesamaan dengan arca megalitik yang ada di Laos.

Menurut dia, para peneliti yang datang dari luar negeri tersebut umumnya berdalih meminta izin untuk melihat keberagaman flora dan fauna yang banyak terdapat di tiga lembah wisata sejarah itu.

"Memang kita belum mengetahui sejauh mana informasi yang diperoleh para arkeolog illegal tersebut namun, kita tekankan kembali kepada masyarakat dan aparat, jika ada yang kedapatan mencoba menggali dan mencari-cari keberadaan situs tersebut, maka kami minta untuk segera melaporkan kepada pihak yang berwenang," kata Dwi Yani.

Selain arca dan kalamba, di lembah ini juga ditemukan tempayan-tempayan dari tanah liat yang diperkirakan sebagai tempat untuk mengubur mayat, semacam ritual yang dilakukan oleh manusia pada zaman dahulu.

"Ketiga lembah ini, juga pernah diajukan untuk menjadi salah satu World Heritage ke UNESCO namun belum berhasil, jadi inilah saatnya kita untuk mencoba melstarikan keasliannya wilayah tersebut," demikian Dwi Yani.(*)
(T.H016/S025/r009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010