Semarang (ANTARA News) - Pakar energi terbarukan Universitas Indonesia, Rinaldy Dalimi, menilai masih banyak energi lain lebih aman dan terbarukan yang bisa dimanfaatkan dibanding energi nuklir sebagai pembangkit listrik.
"Indonesia masih memiliki variasi sumber energi yang berlimpah dan bisa dimanfaatkan secara lebih aman," katanya usai seminar "Pengembangan Energi Baru Terbarukan" di Semarang, Selasa.
Ia menyebutkan energi Matahari, panas Bumi, tenaga air, dan bioenergi yang bisa digunakan mencukupi kebutuhan energi secara aman di pedesaan, serta menggantikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM).
Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia, kata dia, bukanlah solusi tepat untuk mencukupi kebutuhan di tengah keterbatasan energi di masa akan datang.
"Dilihat dari faktor teknologi, kemungkinan ahli Indonesia bisa diandalkan, namun hal itu bukan jaminan bahwa PLTN aman," kata Rinaldy yang juga anggota Dewan Energi Nasional (DEN) itu.
Apabila Indonesia tetap ingin membangun PLTN, lanjut dia, sebaiknya menunggu perkembangan teknologi terbaru yang memungkinkan potensi risiko yang ditimbulkan lebih kecil.
"Jika yang didirikan adalah PLTN dengan reaktor fisi, maka harus dikaji sebab banyak dampak buruknya. Reaktor fisi menggunakan bahan uranium yang memiliki efek radiasi berbahaya," katanya.
Untuk PLTN yang lebih aman, kata dia, yakni dengan reaktor fusi yang menggunakan bahan bakar air berat atau deuterium, namun pemanfaatannya memang harus menunggu hingga 2020-2050 mendatang.
Selain itu, kata dia, pembangunan PLTN yang tergolong lebih mahal dibandingkan pembangkit listrik lainnya juga harus menjadi kajian dan pertimbangan dalam rencana pembangunan PLTN.
"Indonesia juga tidak memiliki potensi uranium yang ekonomis untuk ditambang dan tidak ada jaminan impor uranium dalam jangka panjang. Ini perlu dipikirkan lagi," katanya.
Terlebih lagi, kata dia, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) belum menguasai bahan bakar uranium sehingga pembangunan PLTN tidak rasional dilihat dari kepentingannya memenuhi kebutuhan energi.
Menurut dia, dilihat dari kondisi geografis Indonesia tidak cocok untuk didirikan PLTN, dan keberadaan PLTN sebenarnya bisa menjadi titik terlemah dari serangan musuh atau teroris.
"Karena itu, niat untuk membangun PLTN perlu dikaji ulang, kalaupun mau didirikan harus menjadi pilihan terakhir setelah tak ada lagi potensi energi lain yang lebih aman untuk dimanfaatkan," kata Rinaldy.
(KR-ZLS/A030/A038)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010