pelonggaran ini harus dimaknai kehati-hatian

Jakarta (ANTARA) - Pakar Ilmu Kesehatan dari Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Hermawan Saputra menyarankan pemerintah untuk tidak terburu-buru menerapkan relaksasi aktivitas masyarakat di tengah pandemi COVID-19.

"Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan berakhir Senin (13/9). Rasa-rasanya PPKM itu tetap akan jadi pilihan, karena skala nasional itu tidak sama satu daerah dengan daerah yang lain, ada daerah yang masih level 4, ada daerah yang level 3, bahkan ada level 2. Tapi kehati-hatian itu sangat penting,” kata Hermawan Saputra melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad malam.

Hermawan mengatakan kebijakan relaksasi aktivitas masyarakat berisiko menjadi bumerang sebab dapat memicu lonjakan kasus susulan.

Dalam dua pekan terakhir, kata Hermawan, terjadi aktivitas masyarakat yang cukup tinggi di berbagai tempat pelayanan publik, perkantoran bahkan situasi arus lalu lintas yang kembali ramai. Dia mengingatkan agar masyarakat tetap hati-hati.

“Pelonggaran ini harus dimaknai kehati-hatian yang luar biasa, tidak sama ritme satu daerah dengan daerah lain,” ujarnya.

Baca juga: Ekonom: Relaksasi PPKM berdampak terbatas pada ekonomi kuartal III
Baca juga: Satgas kemukakan empat pertimbangan pemerintah berlakukan relaksasi

Dia melihat masih ada sebagian daerah yang mengalami kenaikan kasus COVID-19 dan ada sebagian yang kasusnya turun.

Hermawan berharap masyarakat dan dunia usaha tidak merespons penurunan kasus dengan euforia berlebihan, karena tetap ada potensi kasus COVID-19 kembali meningkat.

“Jangan sampai ada kenaikan kasus yang signifikan. Jangan sampai ada varian baru yang lolos. Kita tahu ada varian Mu. Jangan sampai menjadi tantangan seperti Delta yang Juni-Juli sudah luar biasa,” katanya.

Baca juga: Melihat peluang pencapaian syarat relaksasi PPKM
Baca juga: Kebijakan relaksasi kerap disalahartikan sebagai keadaan aman

Beberapa negara seperti Amerika dan Australia kembali mengalami peningkatan kasus COVID-19, kata Hermawan.

“Amerika walaupun warganya sudah divaksin luar biasa, tetapi tetap potensi kenaikan kasusnya tinggi karena ada varian baru dan pelonggaran di mana-mana. Jadi, dunia tetap waspada. WHO pun belum cabut status pandemi. Indonesia tidak boleh euforia,” katanya.

Di sisi lain, pemerintah dinilai perlu terus meningkatkan testing dan tracing dalam upaya pelacakan kasus. "Tapi masyarakat juga harus berperilaku yang baik. Tetap protokol kesehatan walaupun ada relaksasi pelonggaran, tidak boleh ada pengecualian, tidak boleh aji mumpung,” katanya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat positivity rates harian COVID-19 di Indonesia terus menurun, sempat mencapai 51,62 persen pada Juni 2021. Namun pada Ahad (12/9), angka tersebut turun menjadi 3,05 persen.

Baca juga: Objek wisata Pantai Anyer kembali geliat di masa PPKM
Baca juga: Ini kata Satgas COVID-19 terkait indikator PPKM
Baca juga: Epidemiolog jelaskan cara efektif cegah COVID-19 varian Mu

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021