Jambi (ANTARA) - Upaya untuk meningkatkan kapasitas dan menambah pendapatan bagi kelompok perempuan di tengah pandemi COVID-19, mulai dirasakan oleh anggota Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Provinsi Jambi.
Melalui pelatihan membatik yang sudah dilakukan sejak 2020, bahkan kini sudah dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi anggotanya.
Ketua DPD HWDI Provinsi Jambi, Ratumas Dewi, mengatakan pelatihan ini dilakukan sejak tahun 2020 di saat pandemi COVID-19 mulai merebak di Tanah Air.
Saat itu, anggota HWDI Jambi bertemu dengan Ida pemilik batik Rindani.
Dari sini lah anggota HWDI mendapatkan kesempatan belajar membatik hingga saat ini terdapat dua anggota yang sudah memiliki kemampuan cukup untuk industri batik.
Sekarang setidaknya ada tiga anggota yang dianggap memiliki minat yang tinggi untuk belajar membatik.
Pembelajaran membatik ini diberikan dari tingkat dasar yang diikuti dengan semangat dan antusias yang tinggi dari anggota HWDI Jambi mulai dari tahapan "nyungging", "njaplak", "nembok" hingga proses pewarnaan batik.
Dari pelatihan membatik ini seluruh peralatan dan bahan membatik difasilitasi oleh pemilik batik Rindani.
Hingga kini sudah ada satu anggota yang memiliki kemampuan membatik yang baik dengan hasil yang sudah bisa dipasarkan.
Melalui pelatihan membatik ini kemudian dapat menjadi sumber mata pencaharian baru bagi anggota HWDI Jambi.
Pelatihan membatik juga dimaksudkan menjadi upaya agar anggota HWDI Jambi dapat meningkatkan perekonomian komunitas mereka melalui pemberdayaan ekonomi kreatif yang sangat membantu dalam peningkatan perekonomian mereka.
Dari hasil anggota yang belajar, ada yang sudah layak untuk dipasarkan. Anggota ini juga sudah menerima pemesanan batik melalui Ida, sekarang anggota tersebut sudah bisa menemukan kegiatan ekonomi baru untuk dirinya.
Tanggapan positif
Kegiatan pelatihan membatik ini juga ditanggapi positif Ketua DPC HWDI Kota Jambi, Detty Herawati.
Selain menjadi sumber pendapatan baru, pelatihan ini tentunya menjadi sumber keilmuan baru bagi penyandang disabilitas di Jambi.
"Mereka dapat memperkaya kemampuan diri, meski saat ini masih ditemui banyak kendala teman-teman disabilitas di lapangan," kata Detty.
Selain pelatihan membatik, anggota HWDI Kota Jambi juga sempat mendapatkan pelatihan menjahit dari Dinas Sosial Kota Jambi pada Agustus 2021. Pelatihan ini juga disambut dengan antusias oleh anggota dan teman-teman disabilitas.
Pelatihan yang diberikan kepada disabilitas harus berkelanjutan agar sumber keilmuannya dapat diimplementasikan dalam kehidupan dan menjadi sumber mata pencaharian bagi disabilitas.
"Sebetulnya harus berlanjut, kalau untuk pelatihan menjahit kemarin ini sepertinya kalau untuk meneruskan kami butuh bantuan mesin jahit, para disabilitas terutama teman tuli yang saya ajak kemarin minatnya tinggi. Mereka sudah bisa buat pola, ada yang bisa desain pakaian namun untuk meneruskan pekerjaan ini teman-teman terkendala biaya. Mudah-mudahan pemerintah bisa membantu melalui pemberian mesin jahit," harap Detty.
Kembalikan mata pencaharian
Saat pandemi datang banyak mata pencaharian teman-teman disabilitas yang hilang, seperti diketahui banyak penyandang tuna netra yang berprofesi sebagai tukang pijet lalu penyandang disabilitas lain yang memiliki kemampuan totok wajah juga harus kehilangan sumber mata pencahariannya.
"Sebagian besar para tuna netra selama pandemi nggak bisa pijat, ada yang nggak bisa menerima layanan totok wajah. Pandemi ini cukup membatasi aktivitas teman-teman disabilitas," sebutnya.
Meski sudah mendapatkan berbagai pelatihan guna meningkatkan kemampuan dirinya, para penyandang disabilitas di Provinsi Jambi saat ini masih menghadapi kendala salah satunya berkaitan dengan layanan transportasi umum untuk disabilitas.
Beberapa waktu lalu Pemerintah Kota Jambi sudah memiliki Capsule Bus yang membantu mobilitas disabilitas di Kota Jambi namun saat ini stop beroperasi sejak pandemi.
"Saat ada pelatihan membatik kemarin banyak anggota yang mau ikut tapi terkendala dengan transportasi, tidak ada transportasi yang memudahkan disabilitas terutama penyadang tuna daksa. Jika menggunakan ojek online biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar," sambungnya.
Selain itu, menurut RTS Dewi pihaknya membutuhkan fasilitas transportasi umum yang layak untuk penyandang disabilitas di Provinsi Jambil.
Temuan di lapangan, diakuinya kesulitan mobilitas tuna daksa saat ini tidak adanya transportasi yang layak dan nyaman serta memudahkan penyandang tuna daksa untuk menggunakannya.
Diharapkan ini menjadi sarana bagi pemangku kebijakan untuk menciptakan layanan dan fasilitas transportasi umum yang layak bagi disabilitas di Jambi.
Hal inilah yang kemudian menurut Dewi menjadi kendala anggota HWDI dan teman-teman disabilitas lainnya di Provinsi Jambi dalam hal mobilitas mereka sehari.
Saat ini sudah mulai bermunculan instansi, perseorangan atau organisasi yang siap memberikan pelatihan pengembangan diri bagi disabilitas.
Namun, hal itu tidak dibarengi dengan layanan transportasi yang dapat digunakan oleh penyandang disabilitas itu sendiri untuk berpergian.
"Sudah ada yang mau kasih pelatihan gratis, mereka siap memfasilitasi alat dan bahan," ungkapnya.
Sayangnya banyak yang terkendala transportasinya, untuk menggunakan kendaraan pribadi terutama penyandang tuna daksa tidak memungkinkan.
Sedangkan untuk transportasi umum yang bisa digunakan tuna daksa tidak ada, pakai transportasi online terkadang biaya mahal, sehingga untuk digunakan setiap hari tidak memungkinkan.
Dari sinilah pihaknya berharap agar fasilitas "capsul bus" Koja Trans Kota Jambi dapat kembali beroperasi agar tidak lagi terdapat kendala dalam mobilitas penyandang disabilitas di Kota Jambi.
Dengan demikian, upaya memberdayakan perempuan penyandang disabilitas akan lebih komprehensif, karena mendapat dukungan mulai dari sisi pelatihan hingga didukung infrastruktur yang memadai.
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021