"Perubahan sistem tersebut menyangkut undang-undang, peraturan dan imbauan agar semua orang meningkatkan moral dan jangan coba-coba korupsi," kata pengamat masalah korupsi Universitas Udayana Doktor Ketut Rai Setiabudi, SH, MM, di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan, adanya UU tentang anti korupsi dan meningkatkan moral masyarakat akan jauh lebih baik, hemat dan efisien dibanding selama ini hanya memburu satu atau dua orang pejabat yang koruptor.
Hal itu perlu mendapat perhatian dan penanganan semua pihak, mengingat selama masih ada monopoli dan kewenangan yang tidak jelas batasnya serta kurangnya akuntabilitas, menyebabkan akan terus terjadi korupsi.
Rai Setiabudi yang juga menjabat Kepala Bidang Pengabdian pada Masyarakat Lembaga Penelitian Unud itu menambahkan, pemberantasan korupsi secara global kini menjadi komitmen pemerintahan di seluruh dunia.
Hal itu terbukti dengan digelarnya dua kali konferensi tingkat internasional yang membahas "Strategi global anti korupsi" di Washington Amerika Serikat dan Belanda yang melibatkan lebih dari 150 kepala negara dari penjuru dunia.
Konferensi tersebut menghasilkan komitmen untuk melakukan pemberantasan korupsi di seluruh dunia serta menegaskan pentingnya kerja sama seluruh negara dalam memberantas masalah korupsi.
Rai Setiabudi, mantan Dekan Fakultas Hukum Unud itu menjelaskan, pemerintah Indonesia ikut secara aktif dalam kedua kegiatan internasional itu, kini berusaha keras untuk melakukan perubahan terhadap perangkat perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan usaha pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi menurut Rai harus dimulai dari atas ibarat "ikan busuk tentu mulai dari kepalanya". Pemberantasan masalah korupsi idealnya memang dari atas.
Namun nyatanya gebrakan dalam memberantas masalah korupsi di Indonesia dari bawah yakni daerah, sementara tingkat pusat belum ada geregetnya.
Hal itu sebenarnya tidak menjadi masalah, yang penting bagaimana Indonesia mampu melawan koruptor secara serius dan sungguh-sungguh, bukan setengah hati, harap Setiabudi. (ANT/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010