kegiatan SLI Operasional pembinaan dan pendampingan dengan memberikan peran seluas-luasnya kepada petani untuk mengembangkan pengetahuan

Jakarta (ANTARA) - Sekolah Lapang Iklim (SLI) menjadi solusi adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian guna mengurangi dampak buruk kejadian ekstrem cuaca yang dapat mengakibatkan penurunan produksi pertanian secara kuantitas maupun kualitas yang pada akhirnya mengancam ketahanan pangan nasional.

Kepala Pusat Pelayanan Iklim Terapan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofiska (BMKG) Ardhasena menjelaskan konsep dari kegiatan SLI Operasional ini adalah pembinaan dan pendampingan dengan memberikan peran seluas-luasnya kepada petani untuk mengembangkan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengalaman dan memadukan informasi yang didapat dari fasilitator/pemandu.

“Pengenalan alat ukur cuaca iklim, unsur cuaca iklim, informasi cuaca iklim dan cuaca iklim ekstrem. Namun SLI bukan mujarab, hanya stimulus. Butuh kerja sama untuk memastikan ketahanan pangan. Kebijakan, tata kelola beras-pupuk, irigasi/SDA (Sumber Daya Air), SIH3 (Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi)," ujar Adhasena dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu.

Kegiatan SLI ini kembali diselenggarakan oleh BMKG Stasiun Klimatologi Bogor di wilayah sentra produksi pangan nasional yang bertempat di Aula Kantor Kepala Desa Cingcin, Soreang Kabupaten Bandung pada Sabtu (11/9).

Sebagai pengukur peningkatan pengetahuan dari peserta SLI ini Kepala Stasiun Klimatologi Indra Gustari menyapaikan bahwa peserta SLI diawali dengan pre test dan diakhiri dengan post test. Hadir pada kesempatan tersebut para pejabat BMKG Pusat dan Daerah Jawa Barat, Kepala Desa beserta Prangkat Desa.

Pada kesempatan itu, Anggota Komisi V DPR RI Iis Edhi Prabowo beserta anggota dewan daerah hadir dan menyampaikan antusiasmenya untuk mengikuti kegiatan SLI tersebut.

“Saya dan anggota dewan ingin sekali belajar, mengikikuti pelatihan SLI ini. Bagi kami ini suatu yang sangat mendasar terhadap pengetahuan iklim untuk keberhasilan masyarakat petani yang ada di dapil kami. Bahkan di dapil kami ada wilayah yang sebagian besar adalah petani industri,” ujar Iis.

Kemudian, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat Dadang Kurniawan juga menyampaikan keinginannya untuk mendapatkan pengetahuan cuaca dan iklim lebih lanjut dan ingin berdiskusi terkait permasalahan cuaca dan iklim terhadap pertanian di wilayah Jawa Barat.

Dadang yang juga sebagai praktisi pertanian beranggapan meski sudah terjadi musim kemarau, tapi masih terdapat hujan. Untuk menentukan jenis tanaman yang ditanam itu terkadang sedikit membuat petani terkecoh, sehingga banyak kerugian di lapangan.

"Kami mengetahui musim yang akan datang berdasarkan pengalaman. Setiap muncul ulat bulu merah itu berarti tandanya akan musim hujan, atau melihat angin yang tiba-tiba itu akan masuk kemarau. Jadi masih seperti itu pengetahuan kami, karena itu kami sangat ingin mendapatkan pengetahuan cuaca dan iklim dari BMKG,“ ujar dia.

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021