Jakarta (ANTARA News) - Nurul Huda Safitri yang datang bersama sejumlah perempuan penggiat lingkungan ke rumah kayu Desa Talaga, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan langsung disambut gembira belasan ibu-ibu.
"Alhamdullilah, akhirnya datang juga," kata ibu-ibu itu setengah berteriak dan bergegas menyambut rombongan yang datang sore itu.
Waktu telah menunjukkan pukul 17.30 WITA tetapi ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok keaksaraan fungsional (KF) tersebut masih setia menunggu kunjungan pembina KF yang berjanji datang dengan membawa rombongan tamu dari Jakarta.
"Mereka sudah menunggu dari jam 2.00 siang tadi. Saya memang sudah berpesan akan datang rombongan dari Jakarta yang akan melihat langsung hasil ketrampilan warga belajar mempraktikkan budidaya jamur tiram," kata Nurul Huda yang tetap bersemangat meski telah seharian berkeliling di atas kuda besinya mengunjungi beberapa kelompok warga belajar.
Ibu-ibu berusia antara 20 hingga 50 tahun tersebut adalah warga belajar --dalam istilah pendidikan non formal-- yang secara rutin menerima pembelajaran keaksaraan dari para tutor dan penggiat Yayasan Pengelola Sumber Daya (Pesud) Kota Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan.
Kehadiran warga binaan Yayasan Pesud di sejumlah lokasi di Kecamatan Pelaihari tidak muncul begitu saja. Berkat kegigihan para perempuan lajang tersebut sejak beberapa tahun terakhir telah banyak anak-anak putus sekolah bisa kembali melanjutkan pendidikannya.
Demikian pula, warga usia dewasa yang sama sekali belum pernah mengenyam bangku pendidikan kini sedikit demi sedikit sudah bisa membaca, menulis atau berhitung ringan, dan lebih penting lagi banyak warga nelayan di sekitar kecamatan pantai tersebut kini memiliki penghasilan tambahan dari bekal ketrampilan yang diberikan para penggiat tersebut.
Yayasan Pesud berdiri pada 2003, berawal dari keprihatinan dari sejumlah penggiat lingkungan terhadap ancaman menyusutnya populasi bekantan alias monyet hidung panjang di kawasan hutan mangrove Kuala Tambangan, Takisung Kabupaten Tanah Laut akibat rusaknya lingkungan alam.
Para sarjana penggiat lingkungan tersebut kemudian bersama pemerintah daerah dan masyarakat bahu membahu melakukan penghijauan kembali kawasan tersebut.
"Keseharian kami dengan lingkungan alam hutan mangrove salah satunya menjadikan kami kenal flora dan fauna yang hidup di kawasan tersebut, salah satunya buah yang dihasilkan dari pohon mangrove adalah buah pidada yang menjadi makanan bekantan. Artinya, buah itu juga layak dimakan manusia," kisahnya.
Kemudian Nurul bersama kawan-kawan di Yayasan Pesud mengumpulkan ibu-ibu nelayan dan sejumlah remaja putus sekolah di desa nelayan untuk mengadakan uji coba pengolahan buah pidada untuk dijadikan sirup dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada di sekitar tempat tinggal.
Pembuatan sirup itu, sekaligus upaya untuk melestarikan tanaman pidada, keasrian hutan, mangrove dan keberlanjutan hidup bekantan yang populasinya semakin menurun.
"Kami merasa tersentuh dengan masih banyaknya orang miskin tak berpendidikan di daerah yang kaya akan potensi alam seperti di Kalimantan Selatan itu. Karena itu, program ketrampilan mengolah makanan dipadukan dengan program pembelajaraan pendidikan kesetaraan paket A, B dan C," katanya.
Selain pengolahan buah pidada, warga juga belajar teori dan praktik budidaya jamur tiram yang permintaannya terus meningkat, untuk diolah menjadi kripik jamur. Praktek lainnya membuat telur asin rasa sup, mie dari ubi jalar, dan saus aneka rasa buah.
Menambah Penghasilan
Nurul Huda, Ida dan penggiat Yayasan memang kebanyakan perempuan masih lajang sehingga bagi mereka waktu seperti tidak ada batasnya sebab begitu banyak anak-anak dan warga belajar di desa-desa nelayan yang masih perlu dibantu untuk bebas buta aksara dan tidak putus sekolah lagi.
Yayasan Pesud merupakan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) yang didirikan secara mandiri oleh masyarakat untuk membantu masyarakat yang mengalami keterbatasan secara ekonomi sehingga tidak memiliki kesempatan untuk meraih pendidikan tinggi.
"Hampir semua kegiatan pembelajaran dipadukan dengan kegiatan keterampilan, terutama untuk program keaksaraan fungsional (KF) yang warga belajarnya hampir semua sudah berusia tua rata-rata di atas 45 tahun. Mereka tidak mau belajar menulis, membaca dan berhitung kalau tidak ada iming-iming kegiatan keterampilan yang bisa mendatangkan uang," katanya.
Karena itu, dalam kegiatan pembelajaran selalu diselingi dengan kegiatan keterampilan yang disesuaikan dengan potensi yang ada di sekitar masyarakat, seperti pemanfaatan buah mangrove, budidaya jamur tiram, pembuatan telur asin dengan berbagai rasa, mie dari ubi jalar dan sebagainya.
Selain itu, warga belajar juga diberikan ketrampilan yang berhubungan dengan mata pencaharian utama yakni dari melaut, seperti membuat jaring, mengolah hasil ikan dan sebagainya.
Nurul bersama teman-teman lain di Pesud, yang seluruhnya merupakan sarjana dari berbagai bidang ini, melakukan jemput bola untuk mengajak masyarakat sekitar yang tidak mendapat kesempatan menempuh pendidikan formal. "Rata-rata peserta didik adalah masyarakat miskin dan tidak memiliki kesempatan mengenyam pendidikan di jalur formal," katanya.
Tidak heran, bila kehadiran Nurul, Ida dan penggiat lainnya selalu dinanti-nantikan warga belajar. "Ini sudah menjadi pilihan pekerjaan kami, meski harus menempuh perjalanan jauh dari desa ke desa dengan berbagai tantangan, namun saat bertemu dengan warga belajar yang menyambut kami dengan antusias sudah menjadi pengobat rasa lelah. Apalagi sudah ada beberapa dari warga belajar yang kini sudah memulai berjualan berbekal ketrampilan yang sudah dipelajari".
Maskuriah (43) salah seorang warga belajar yang sudah tiga tahun bergabung pada kelompok KF meski kemampuan baca dan tulisnya masih belum memuaskan, kini malah sudah mempersiapkan membuka usaha mi ayam dari bahan ubi jalar.
"Saya sudah bisa mengolah ubi jalar menjadi mi sedangkan jamur tiram dijadikan sebagai pengganti potongan ayam yang biasa ditambahkan sebagai pelengkap sedangkan daun seledri dan daun bawang diperoleh dari hasil kebun yang ditanam bersama-sama warga belajar di halaman rumah kepala desa dalam pot-pot plastik," ujarnya.
Abdullah (46), suami Maskuriah yang juga warga belajar binaan Pesud menambahkan nyaris seluruh bahan dasar untuk membuat mi ayam diperoleh dari hasil pengolahan sendiri.
"Saus pelengkap mi ayam diolah dari buah-buahan hasil tanaman yang terdapat di sekitar pekarangan rumah, seperti tomat, pepaya, strawberi, dan pisang. Sementara daun seledri dan daun bawang ditanam dalam pot agar kebutuhan selalu ada".
Ketrampilan yang diperoleh Maskuriah, Abdullah serta warga belajar lainnya diperoleh dari praktik di sela-sela pembelajaran keaksaraan fungsional.
"Kalau dulu hanya sedikit yang mau datang belajar membaca dan menulis, tetapi setelah ibu-ibu dari Yayasan Pesud menambah dengan kegiatan ketrampilan, jumlah warga belajar bertambah banyak," kisah Abdullah yang kini sudah menerima surat keterangan melek aksara (Sukma) dari Direktorat Jenderal PNFI Kemdiknas.
(Z003/B010)
Oleh Oleh Zita Meirina
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010