Yogyakarta (ANTARA News) - Indonesia tidak mengenal sistem monarki absolut, karena bentuk negara ini adalah republik yang dipimpin oleh seorang presiden, kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Arie Sujito.

"Bentuk negara Indonesia bukan kerajaan, sehingga tidak mungkin menjalankan pemerintahan dengan sistem monarki absolut. Memang di negeri ini terdapat beberapa keraton, tetapi mereka adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)" katanya di Yogyakarta, Minggu.

Dengan demikian, menurut dia, beberapa keraton termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu terikat dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini.

"Jadi, tidak ada penguasa keraton yang kebal hukum, karena negara ini adalah negara hukum. Jika memang terbukti melanggar hukum tentunya mereka juga akan dikenai sanksi, karena sistem pemerintahan di negeri ini bukan monarki absolut," katanya.

Ia mengatakan, begitu pula yang terjadi di DIY bukan sistem monarki absolut, tetapi lebih pada tradisi budaya yang keberadaannya berkembang dan mengakar kuat. Keberadaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai tradisi budaya di DIY memang cukup kuat.

"Dalam konteks itu, gelar Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang disandang Sri Sultan Hamengku Buwono X hanya bermakna budaya atau tradisi dan bersifat simbolis, karena tidak memiliki kekuasaan yang nyata seperti raja dalam sistem monarki absolut," katanya.

Menurut dia, posisi Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga menjabat gubernur DIY tidak menjadikan pemerintahan di provinsi itu dijalankan dengan sistem monarki absolut, karena tetap terikat pada konstitusi dan pemerintah pusat.

"Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai gubernur DIY tetap terikat pada konstitusi dan pemerintah pusat seperti gubernur di provinsi lain di Indonesia. Begitu pula dalam menjalankan pemerintahannya juga berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini," katanya.
(B015*V001/H008/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010