Pekanbaru (ANTARA News) - Gubernur Riau Rusli Zainal berpendapat, opini yang dihembuskan organisasi dunia Greenpeace terhadap kerusakan lingkungan di Riau diduga karena persaingan industri kertas.
"Riau diopinikan negatif. Greenpeace menyatakan kerusakan lingkungan di Riau cukup parah. Padahal opini itu tidak terlepas dari persaingan industri pulp," kata Rusli saat beramah-tamah dengan Forum Wartawan Keuangan dan Moneter di Pekanbaru, Sabtu malam.
Ia mejelaskan, di Riau beroperasi dua raksasa industri pulp yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), anak perusahaan APRIL dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP), perusahaan Sinar Mas Group berbendera APP.
Kedua perusahaan yang telah beroperasi sejak lama itu menggunakan tanaman akasia dan euakaliptus yang menjadi bahan baku penghasil pulp dan kertas untuk memenuhi kebutuhan kertas nasional dan dunia.
"Kesuburan alam bumi 'Lancang Kuning' yang telah dianugerahi Tuhan, menjadikan kedua jenis tanaman itu bisa dipanen dalam waktu yang cukup singkat berkisar antara lima hingga enam tahun," kata Rusli.
Rusli membandingkan, pabrik penghasil pulp dan kertas di luar negeri menggunakan bahan baku pohon jenis pinus dengan masa tanam sekitar 26 tahun baru bisa diolah.
"Dengan kondisi itu, tentunya kita bisa melihat begitu ketatnya persaingan industri kertas. Bayangkan, pinus yang ditanam 26 tahun di Eropa baru bisa ditebang, sedangkan akasia di Riau cukup lima tahun sudah bisa digunakan," jelasnya.
RAPP telah beroperasi di Riau sejak 15 tahun yang lalu, dan memiliki kapasitas produksi bubur kertas 2,3 juta ton per tahun dengan kapasitas produksi kertas sebesar 750.000 ton per tahun dengan 60 negara tujuan ekspor.
Pada Agustus 2010, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu telah melepas ekspor ke-21 juta ton bubur dan ekspor ke-13 juta ton kertas APRIL di lokasi pabrik RAPP di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan Riau.
"Pertumbuhan ekspor 'pulp and paper serta CPO dari Provinsi Riau termasuk dalam 10 produk andalan utama ekspor Indonesia dan juga penentu indeks kinerja kementerian perdagangan," kata Mari ketika itu.
(M046/I007/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010