Bangli, Bali (ANTARA) -
Keramba ikan nila di Danau Batur, Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali perlu ditata atau dilakukan zonasi agar tidak kumuh yang merusak keindahan danau dan Gunung Batur yang merugikan sektor pariwisata yang berada di pesisir danau, demikian usul para pengelola wisata dan ketua kelompok nelayan ikan Nila.

“Kementerian Pariwisata, Pemda Bali dan Pemkab Bangli perlu turun tangan agar penataan keramba ikan di danau bisa berjalan. Keberadaan keramba yang tidak tertata mengganggu pemandangan dan mengusik wisatawan yang menikmati keindahan danau dan Gunung Batur, ketika berlibur ke Kintamani,” kata seorang pengelola resort yang enggan disebutkan namanya, di Kintamani, Bangli, Jumat.

Sumber itu menjelaskan, pemerintah perlu menata keramba ikan, “tempatkan keramba ikan itu di pesisir danau yang memang tidak ada objek wisata, sehingga wisatawan yang sedang berlibur dapat menikmati pemandangan indah danau dan gunung Batur, tanpa terusik oleh keramba ikan yang tampaknya kumuh dan tidak tertata."

“Kementerian pariwisata, Dinas Pariwisata Bali dan Pemkab Bangli harus ikut turun tangan bersama dengan Dinas Pertanian karena penataan Danau Batur itu harus melibatkan mereka semua. Sebaiknya penataan di Danau Batur itu didanai oleh Kementerian Pariwisata dan Pemprov Bali,” ujar sumber itu.

Seandainya Danau Batur tertata rapi maka akan ada kegiatan pariwisata, misalkan wisatawan dapat kasih makan ikan nila di keramba dan mancing ikan, katanya.

Danau Batur adalah sumber air bagi sektor pertanian dan pariwisata untuk empat kabupaten yakni Kabupaten Gianyar, Karangasem, Klungkung dan Bangli.

“Jika danau Batur terkontaminasi, kering airnya, maka akan mematikan sektor pertanian dan pariwisata di empat kabupaten tersebut. Banyak destinasi wisata di Gianyar, Karangasem, Klungkung, dan Bangli yang menjual hasil pertanian, sawah dan sungai,” tambah dia.

Ketua kelompok petani ikan nila di desa Buahan, Kabupaten Bangli Jero Agus Jambe juga menyatakan setuju upaya penataan keramba ikan di Danau Batur agar sektor pertanian dan pariwisata bisa berjalan seiringan, tanpa harus saling merugikan.

"Tahun 2018, pernah ada pertemuan dan diskusi di museum Geopark Gunung Batur antara para petani keramba ikan nila dengan sektor pariwisata. Pada pertemuan itu, kedua belah pihak sepakat untuk zonasi keramba ikan agar tidak merugikan sektor pariwisata. Para pemilik penginapan dan restoran di pesisir danau serta wisatawan dapat menikmati keindahan Danau Batur dan gunungnya, tanpa terusik oleh keramba ikan,” ungkap Agus Jambe.

Menurut dia, para petani mau dan setuju perlunya zonasi keramba ikan di tiap-tiap desa. Namun untuk memindahkan keramba dan menarik jangkar keramba ikan ini membutuhkan dana yang besar. Kementerian Pariwisata dan Pemprov Bali perlu membantu pendanaan relokasi dan zonasi keramba ikan.

“Jadi hasil pertemuan tahun 2018 belum dapat direalisasikan karena kendala dana. Sebaiknya Kementerian Pariwisata dan Pemprov Bali membantu hal ini. Kami pun setuju dengan penataan di Danau Batur agar saling menguntungkan antara sektor pertanian dan pariwisata,” tegas Jero Agus Jambe.

Baca juga: Ribuan ikan nila di Danau Batur Bali mati keracunan belerang
Baca juga: Anggora DPD: Perlu upaya terintegrasi selamatkan Danau Batur
Baca juga: Bupati Bangli tebar 150 ribu benih ikan nila di Danau Batur

Pewarta: Adi Lazuardi
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021