Padang, 17/12 (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu segera mengambil langkah hukum untuk menelusuri dugaan permintaan DPR RI sebesar Rp100 miliar ke Bank Indonesia untuk membahas Undang-Undang OJK, ATBI, dan mata uang Indonesia.
"Langkah hukum tersebut penting untuk mengusut dugaan praktik korupsi yang dilakukan lembaga legislatif itu sekaligus menekan kasus-kasus pemerasan terhadap BI," kata Ketua Masyarakat Profesional Madani, Ismed Hasan Putro, kepada ANTARA Padang, Jumat.
Permintaan tersebut disampaikannya terkait merebaknya informasi tentang adanya praktik transaksional DPR -BI atas Rp100 milyar, sementara itu sejumlah pihak terkait justru mencari penyelesaiannya secara adat.
Menurut Ismed, langkah hukum KPK tersebut penting sebab tidak akan berani Agus Santoso --Ketua IPEBI-- menyampaikan pernyataannya terkait adanya permintaan Rp100 milyar jika tidak ada anggota DPR yang `membisikkan` jumlah tersebut.
Ismed mengatakan, tidak akan ada asap jika tidak ada api, apalagi praktik kotor anggota DPR meminta uang BI tersebut, kini bukan menjadi rahasia umum lagi.
"Apa yang terjadi dengan beberapa anggota DPR yang sudah diadili dan dipenjara merupakan bukti faktual bahwa praktek transaksional dan `nafsu` untuk memeras BI benar terjadi dan kini mereka sepertinya masih belum mau bertobat," katanya.
Untuk menekan kasus-kasus tersebut, kata Ismed, ke depan KPK sebaiknya memonitoring setiap rapat kerja dan pembahasan secara khusus yang terjadi antara DPR dengan BI.
Pada kesempatan itu, ia juga mengimbau para pejabat BI agar jangan pernah untuk memenuhi sekecil apapun permintaan anggota DPR atas pembahasan UU yang sedang dilaksanakan ataupun rencana pembahasan UU.
"Para pejabat BI perlu menyadari konsekuensi hukum atas pemberian uang yang berasal dari BI kepada para anggota DPR itu," katanya.
Ia mengingatkan agar pejabat BI belajar dari pengalaman yang telah dialami pendahulunya, penjara dan hancurnya kredibilitas para pejabat BI sebagai profesionalisme merupakan harga yang harus dibayar mahal jika praktik koruptif primitif dilakukan.(*)
(T.F011/E011/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010