Jakarta (ANTARA News) - Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi menyatakan akan mengundurkan diri walaupun dirinya tidak terbukti melanggar kode etik hakim terkait keterlibatan keluarga dalam suap Panitera Pengganti MK Makhfud.
"Terbukti tidak terbukti, saya akan mundur," kata Arsyad kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Dia mengaku merasa malu dengan hasil laporan Tim Investigasi pimpinan Refly yang menyebut keluarganya terlibat suap dari mantan calon Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud.
Arsyad juga mengungkapkan dirinya malu menjalankan tugas sidang saat tuduhan anaknya, Neshawaty, menerima uang dari Dirwan Mahmud Rp20 juta.
"Saya sudah katakan pada Mahfud (ketua MK) maluuuu pak. Saya membaca, memeriksa itu saya merasa kotor kok datang, nanti ada orang dia bilang kenapa itu dia (arsyad) kok memeriksa," katanya.
Namun, lanjutnya, ketua dan wakil ketua MK tetap menginginkan dirinya tetap melanjutkan sidang.
Arsyad juga menegaskan bahwa sikap untuk mundur menjadi hakim konstitusi untuk menjaga nama baik MK. "Saya masuk dengan baik, keluar juga dengan baik," katanya.
Selain masalah tuduhan suap, kata Arsyad, pengajuan pensiun atas dirinya sudah dilakukan.
"Pengajuan pensiun saya sudah saya ajukan sejak lama, namun belum diterima karena belum sampai enam bulan dari akhir jabatan saya," jelasnya.
Arsyad menyebut masa jabatannya berakhir pada 14 April 2011 karena umurnya mencapai 67 tahun. Penolakaan pengajuan pensiun ini karena RUU tentang masa pensiun hakim Agung dan Hakim Konstitusi akan disetujui hingga mencapai 70 tahun.
"Pak Mahfud bilang UU MK tentang jabatan hakim hingga 70 tahun akan selesai, tapi saya tidak mau jadi kakek di sini. Saya tidak mau kaya Hendarman Supandji (Jaksa Agung)," kata Arsyad.
Menanggapi rencana pengunduran diri Arsyad Sanusi, mantan ketua Tim Investigasi Refly Harun mengatakan, "Saya kira itu sikap seorang negarawan yang patut ditiru."
Menurut Refly, selama ini hampir tidak diketemukan budaya mundur pada diri para pimpinan mundur setelah terjadi masalah.
Namun dia meminta laporan tim harus dilanjutkan dan tidak dihentikannya dengan mundurnya hakim. "Kalau untuk dewan etik, memang otomatis berhenti karena terkait pelanggaran kode etik, tapi kan pidananya harus jalan terus," tambah Refly.
(ANT/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010