Komnas HAM juga akan melakukan kunjungan lapangan ke lokasi proyek KCJB yang dikeluhkan warga, khususnya di wilayah RT 11 dan RT 12

Bandung (ANTARA) - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyatakan siap kooperatif dan memenuhi rekomendasi Komnas HAM serta terbuka dengan pemangku kepentingan guna menemukan solusi menanggapi keluhan terkait dampak lingkungan dari proyek KCJB yang disampaikan Paguyuban Warga RT 12 RW 09 Kompleks Margawangi Estate Cijawura, Bandung, Jawa Barat.

"Pada prinsipnya KCIC terbuka dan kooperatif dengan pemangku kepentingan termasuk Komnas HAM untuk menyelesaikan aduan warga dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata GM Corporate Secretary PT KCIC, Mirza Soraya dalam siaran persnya, Kamis.

PT KCIC juga telah menyampaikan penjelasan serupa kepada Sekretariat Negara dan Dinas Lingkungan Hidup atas aduan yang bersangkutan, kata Mirza Soraya.

Hasil dari pertemuan itu, Komnas HAM masih membutuhkan data- data dan dokumen tambahan dari PT KCIC untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait aduan warga tersebut.

Tak hanya itu, Komnas HAM juga akan melakukan kunjungan lapangan ke lokasi proyek KCJB yang dikeluhkan warga, khususnya di wilayah RT 11 dan RT 12.

Kunjungan yang direncanakan berlangsung pada 9 September 2021 ini bertujuan membandingkan kondisi lingkungan antara RT 11 dan RT 12 yang jaraknya sama-sama berdekatan dengan lokasi proyek KCJB, sekaligus meneliti mengapa aduan tersebut hanya datang dari warga RT 12.

Hasil dari pengumpulan data dan dokumen dari PT KCIC, serta kunjungan Komnas HAM ke titik proyek tersebut akan menjadi dasar untuk mengeluarkan rekomendasi terhadap keberlangsungan proyek KCJB di wilayah itu.

Mirza menegaskan bahwa PT KCIC siap menjalankan rekomendasi tersebut.
Baca juga: PT KCIC penuhi panggilan Komnas HAM dugaan perusakan lingkungan
​​​​
Baca juga: Presiden berharap akhir 2022 kereta cepat Jakarta-Bandung diuji coba

Dalam pembahasan tersebut, Mirza menuturkan kalau aduan serupa pernah disampaikan sebelumnya kepada Sekretariat Negara Republik Indonesia dan sudah mendapat tanggapan dari PT KCIC.

"Terhadap pengaduan tersebut, sudah pernah kami sampaikan tanggapan melalui surat kepada Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia nomor 0803/DIR/KCIC/07.19 tanggal 3 Juli 2019 tentang Tanggapan atas Surat Nomor B- 2092/Kemensetneg/D-2/DM.05/06/2019 Tanggal 11 Juni 2019 Tentang Pengaduan Masyarakat Sehubungan Pembangunan Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung," kata dia.

Meski begitu, Mirza menambahkan bahwa PT KCIC siap kembali berdiskusi dengan warga setempat secara berkala untuk membahas isu lingkungan dari proyek KCJB. Termasuk juga siap menjalani rekomendasi dari Komnas HAM.

"Tak hanya pada pemangku kepentingan, pada prinsipnya PT KCIC juga siap bersikap kooperatif dan terbuka jika ada keluhan dari warga. PT KCIC siap mengadakan sosialisasi dengan warga setempat jika memang dibutuhkan, meskipun kami sudah melakukan sosialiasi secara berkala," katanya.

Mirza juga menjelaskan aduan terkait isu lingkungan dari proyek KCJB. Salah satunya terkait AMDAL.

"Pada dasarnya pelaksanaan proyek senantiasa mengedepankan keamanan dan keselamatan lingkungan, sesuai dengan kajian AMDAL yang telah dilakukan. PT KCIC juga telah menunjuk beberapa konsultan untuk memastikan aktivitas pembangunan berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada," kata dia.

Terkait keluhan warga RT 12 yang menyebutkan rumah-rumah milik warga retak sebagai imbas dari proyek KCJB, Mirza membeberkan bahwa klaim tersebut tidak dapat diketahui pasti kepastiannya.

Penyebabnya dikarenakan PT KCIC dan kontraktor tidak dapat melakukan upaya inventarisir data sebelum pengerjaan proyek karena mendapat penolakan dari warga setempat.

"Untuk hunian warga di RW 12, PT KCIC dan kontraktor tidak mendapatkan data dan perbandingan kondisi bangunan sebelum dan setelah pekerjaan dilakukan karena saat melakukan inventarisasi data mendapat penolakan dari warga," kata Mirza.

Dia menambahkan bahwa hal ini berbeda dengan RT 11 dan sebelum proyek KCJB dimulai, PT KCIC dan kontraktor dapat melakukan inventarisasi data.

Menanggapi keluhan terkait hilangnya fasos dan fasum di area proyek KCJB, Mirza menekankan jika hal itu sudah bukan menjadi tanggung jawab PT KCIC, melainkan pihak pengembang perumahan.

Hal ini karena fasos dan fasum tersebut merupakan pihak pengembang perumahan dan PT KCIC sudah melakukan penggantian Uang Ganti Rugi (UGR).

"Berdasarkan site plan bukan merupakan Fasos/Fasum yang dimiliki oleh Pemda melainkan dimiliki oleh pihak pengembang perumahan dan sudah dilakukan penggantian Uang Ganti Rugi (UGR) ke pihak pengembang perumahan. Sehingga pihak yang berkewajiban untuk memenuhi permintaan warga tersebut adalah pengembang perumahan bukan PT KCIC," katanya.

Terkait polusi suara pun dijelaskan Mirza kalau PT KCIC sudah melakukan pengukuran tingkat kebisingan di dua titik lokasi pada tanggal 2 Maret 2021.

Hasilnya tingkat kebisingan di dua titik itu adalah 58,3 db dan 53 dB.

Lebih lanjut, Mirza mengatakan kalau kebisingan juga bertambah karena lokasi proyek berdekatan dengan jalan tol namun tingkat kebisingan ini secara berangsur menurun seiring dengan selesainya proyek pembangunan.

Mirza memastikan bahwa keberadaan aparat keamanan dari unsur TNI/Polri di lokasi pembangunan bukanlah upaya untuk mengintimidasi warga.

Melainkan prosedur pengamanan yang sudah baku dalam pelaksanaan proyek strategis nasional.

Namun jika banjir yang pernah terjadi di wilayah tersebut seperti yang dikeluhkan warga, merupakan imbas dari pengerjaan proyek KCJB.

Untuk itu Mirza menegaskan jika PT KCIC melalui konsorsium kontraktor akan bertanggung jawab untuk penanganannya termasuk jika ada ketidaknyamanan sebagai dampak proyek KCJB, maka PT KCIC siap bertanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga: Direktur PT KCIC dipanggil Komnas HAM atas dugaan perusakan lingkungan
Baca juga: Luhut: kereta cepat Jakarta-Bandung lambang modernisasi transportasi

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021