Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Muhammad Hekal menyatakan bahwa aturan terkait holding perusahaan BUMN perlu dibahas agar dapat dimasukkan dan terakomodasi dalam revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Hekal dalam rilis di Jakarta, Kamis, menjelaskan, aturan pembentukan holding perusahaan BUMN pada pemerintahan periode pertama Presiden Joko Widodo belum terakomodasi dalam UU BUMN.
Salah satu yang menjadi pembenaran dari holding itu, kendati saham-saham BUMN itu dimiliki satu induk perusahaan BUMN, pemerintah menempatkan saham dwiwarna (golden share), yang bersifat sebagai kendali pemerintah di anak perusahaan, yang sebetulnya bukan perusahaan BUMN lagi.
“(Aturan holdingisasi) Itu yang belum terakomodasi dalam UU ini. Karena implikasinya kalau sudah bukan menjadi (perusahaan) BUMN, apakah masih bisa diberi penugasan dari negara?" katanya.
Baca juga: Holding pariwisata ungkap dampak positif dari PMN 2022 Rp7,5 triliun
Baca juga: Holding ultra mikro dinilai dongkrak penyaluran kredit UMKM
Hekal juga menyorot apakah holding tersebut bisa dilakukan privatisasi dengan persetujuan DPR, karena bisa jadi ketika menjadi anak perusahaan atau bukan BUMN lagi, maka hal itu menjadi cukup dilakukan holding perusahaan melalui pemegang saham, dan tidak lagi persetujuan DPR.
Untuk itu, persoalan terkait hal tersebut memiliki dampak hukum yang cukup banyak, yang harus dimatangkan dalam revisi UU BUMN.
Komisi VI DPR RI, lanjutnya, masih mencari rumusan terkait definisi saham dwiwarna, apakah ini bisa merupakan perwakilan daripada peran dan wewenang pemerintah dalam perusahaan BUMN yang statusnya sudah tidak lagi menjadi BUMN.
“Kalau semua uang yang dikelola dalam (perusahaan) BUMN dianggap keuangan negara, dan mengikuti rezim (aturan) keuangan negara, ya tentu punya dampak harus dikelola sesuai dengan rumusan APBN, dan kemudian juga punya dampak hukum yang berbeda. Sehingga direksi (perusahaan BUMN) kalau melakukan keputusan yang dianggap merugikan negara terancam dengan pidana korupsi dan seterusnya. Sedangkan kalau kita bicara dengan rezim korporasi, (ada potensi kerugian) keuangan perusahaan tentu kenanya perdata,” jelas Hekal.
Terkait kinerja BUMN, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan Kementerian BUMN akan memiliki sistem dashboard BUMN dalam waktu dekat yang khusus untuk memantau data keuangan seluruh perusahaan BUMN secara transparan.
"Saya sampaikan bahwa setelah 1 tahun 8 bulan berjibaku akhirnya kami akan memiliki yang namanya dashboard BUMN," ujar Erick Thohir dalam seminar daring yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Selasa (7/9).
Menteri BUMN menambahkan, dashboard tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi hal-hal terkait sumber daya manusia (SDM) BUMN, namun juga untuk pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan sebagainya, tetapi yang terpenting dashboard tersebut untuk memantau data keuangan seluruh perusahaan BUMN secara transparan.
Sistem itu diperlukan karena terkadang terdapat perbedaan data antara yang dimiliki Kementerian BUMN dengan data dari Kementerian Keuangan.
"Alhamdulillah setelah 1 tahun 8 bulan ini kami coba konsolidasikan data-data yang ada di seluruh perusahaan BUMN dan Kementerian BUMN, InsyaAllah pada akhir September atau awal Oktober tahun ini untuk pertama kali kami memiliki dashboard di BUMN secara konsolidasi," kata Erick Thohir.
Baca juga: BUMN Holding Jasa Survei komitmen dorong UMKM untuk naik kelas
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021