Keenam literasi yang dikembangkan Kemendikbudristek yakni literasi baca tulis, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, literasi numerasi, serta literasi budaya dan kewargaan.

Jakarta (ANTARA) - Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Samto mengatakan pihaknya mengembangkan enam jenis literasi untuk masyarakat.

“Literasi merupakan kunci untuk terus-menerus belajar dan meningkatkan kompetensi agar siap masuk ke dunia kerja, bijak mengambil keputusan dan aktif berpartisipasi,” ujar Samto dalam webinar perayaan Hari Aksara Internasional yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Keenam literasi yang dikembangkan Kemendikbudristek yakni literasi baca tulis, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, literasi numerasi, serta literasi budaya dan kewargaan.

Dengan literasi, lanjut Samto, masyarakat dapat menjalani hidup pada saat ini dan pada masa depan dengan baik.

“Literasi harus menjadi arus utama dalam perkembangan di abad 21. Enam literasi ini harus dapat menjadi bekal untuk kehidupan yang lebih baik pada saat ini dan pada masa depan, Literasi bukan hanya untuk orang buta huruf tetapi untuk seluruh lapisan masyarakat,” terang Samto.

Kemendikbudristek menyiapkan sejumlah strategi untuk penuntasan buta aksara di Tanah Air. Pemerintah menargetkan penurunan angka buta aksara menjadi kurang dari satu persen pada 2024 dan menjadi kurang dari 0,05 persen pada akhir 2030.

Pemerintah telah membuat sejumlah strategi untuk mengatasi buta aksara di Tanah Air. Strategi pertama yakni meningkatkan literasi remaja yang mana Kemendikbudristek telah mengembangkan kurikulum yang menekankan pada penguasaan kompetensi dan penguatan karakter peserta didik.

Strategi kedua yakni meningkatkan kualitas pendidikan dan penguatan literasi masyarakat. Untuk itu perlu kerja sama para pelaku pendidikan serta dukungan yang kuat dari berbagai pihak termasuk pegiat literasi. Strategi berikutnya yakni kerja sama dan kolaborasi satuan pendidikan dengan berbagai pihak harus terus dikembangkan secara terprogram dan berkesinambungan.

Secara umum, untuk buta aksara mengalami penurunan. pada 2019, angka buta aksara sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang. Sementara pada 2020 turun menjadi 1,71 persen, atau menjadi 2.961.060 orang. Sejumlah daerah yang masih tinggi angka buta aksaranya yakni Papua (22,03 persen), Nusa Tenggara Barat (7,52 persen), Sulawesi Barat (4,46 persen), Nusa Tenggara Timur (4,24 persen), dan Sulawesi Selatan (4,11 persen).

Samto menambahkan upaya penuntasan buta aksara terkendala pandemi COVID-19, sehingga pembelajaran menjadi tidak efektif. Untuk itu dia mengajak semua pemangku kepentingan untuk bahu-membahu melakukan penuntasan buta aksara.
Baca juga: Membangun SDM unggul melalui pemberantasan buta aksara
Baca juga: Pemerintah tingkatkan peran pendidikan dasar untuk basmi buta aksara
Baca juga: Nadiem: Peringatan HAI momentum perubahan paradigma pendidikan
Baca juga: Nadiem: Peringatan HAI momentum perubahan paradigma pendidikan

Pewarta: Indriani
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021