Jika terdakwa tidak punya harta benda yang cukup untuk uang pengganti, diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Jakarta (ANTARA) - KPK mengeksekusi Direktur Utama PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (PT CMI Teknologi) Rahardjo Pratjihno ke lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat, setelah Mahkamah Agung menjatuhkan kasasi 9 tahun penjara dalam perkara korupsi di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

"Hari ini jaksa eksekusi Leo Sukoto Manalu telah melaksanakan putusan MA RI Nomor: 2803 K/Pid.Sus/2021 tanggal 4 Agustus 2021 atas nama terpidana Rahardjo Pratjihno dengan cara memasukkan yang bersangkutan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin Bandung untuk menjalani pidana penjara selama 9 tahun dikurangi selama masa penahanan yang dijalani," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.

Rahardjo adalah terpidana kasus korupsi pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp63,829 miliar di Badan Keamanan Laut (Bakamla) pada tahun anggaran 2016.

"Terpidana dibebankan untuk membayar pidana denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Ali.

Rahardjo juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp15.014.122.595,00 selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

"Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun," kata Ali menjelaskan.

Putusan kasasi tersebut menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang menjatuhkan vonis sama dengan kasasi.

Sebelumnya, di tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rahardjo divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp15,014 miliar subsider 3 tahun penjara.

Putusan uang pengganti itu jauh lebih rendah daripada tuntutan JPU KPK yang meminta agar Rahardjo membayar uang pengganti Rp60,32 miliar.

Dalam perkara ini, Rahardjo dan PT CMI Teknologi terbukti menikmati keuntungan sebesar Rp60,329 miliar dan juga memperkaya orang lain, yaitu bekas staf khusus (narasumber) Bidang Perencanaan dan Keuangan Bakamla Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar dari pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS.

Perseroan Terbatas (PT) CMI Teknologi melakukan subkon dan pembelian sejumlah barang yang termasuk pekerjaan utama ke 11 perusahaan.

Hingga batas akhir 31 Desember 2016, Rahardjo tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut, bahkan ada sejumlah alat yang baru dapat dikirim dan dilakukan instalasi di pertengahan 2017.

Namun, PT CMI Teknologi tetap dibayar, yaitu sebesar Rp134,416 miliar. Dari jumlah tersebut, ternyata biaya pelaksanaan hanya sebesar Rp70,587 miliar sehingga terdapat selisih sebesar Rp63,829 miliar sebagai yang merupakan keuntungan dari pengadaan backbone di Bakamla.

Pengadaan backbone yang dilaksanakan oleh PT CMI Teknologi tersebut pada akhirnya tidak dapat dipergunakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena kualitas sistemnya belum berfungsi dengan baik.

Hal itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan fisik oleh Tim Ahli Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tanggal 29 Oktober 2019 yang menyatakan bahwa meskipun semua bill of material yang telah dijanjikan dalam kontrak dapat dipenuhi oleh kontraktor. Namun, secara fungsi tidak dapat didemonstrasikan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.

Baca juga: Mantan Ketua Pengadaan Bakamla Leni Marlena divonis 2 tahun penjara

Baca juga: Eks ketua pengadaan di Bakamla dituntut 4 tahun penjara

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021