Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 berada pada kisaran 6,3-6,5 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada 2010.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh pada kisaran 6,3-6,5 persen, dengan tingkat inflasi berada pada posisi 5 persen, plus minus 1 persen," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A. Sarwono, saat menyampaikan paparan pada "Seminar Outlook Ekonomi 2011", yang diselenggarakan ANTARA, di Jakarta, Rabu.

Menurut Hartadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih besar dibanding 2010, tercermin dari pertumbuhan pada kuartal IV yang mencapai 6,1 persen dan pada kuartal III sebesar 5,8 persen.

Ia menjelaskan, salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan pada kuartal III dan IV 2010 adalah masih lambatnya penyerapan belanja pemerintah.

Hartadi menambahkan, untuk mencapai pertumbuhan pada 2011, pemerintah harus mampu memperlambat derasnya arus modal baik yang masuk ke dalam negeri maupun ke luar negeri.

"Pada sisi arus masuk modal (capital inflow) ke dalam negeri harus dijaga, jangan sampai terlalu besar masuk ke instrumen SBI (Sertifikat Bank Indonesia), karena SBI merupakan instrumen moneter bukan instrumen investasi," ujarnya.

Kalaupun ada likuiditas yang berlebih sebaiknya harus didukung dengan kebijakan pemerintah yang dapat mendorong penyerapan oleh sektor riil.

Menurutnya, arus modal yang masuk mencapai 16 miliar dolar AS, di mana sekitar 10 persen di antaranya sudah masuk ke SBI.

Ia mengakui, SBI merupakan salah satu target investor karena masih memberikan margin yang cukup aktraktif, ditandai dengan banyaknya short term capital yang masuk ke instrumen tersebut.

Pada posisi seperti itu, terdapat tiga kondisi yang dihadapi yaitu, BI tidak bisa terlalu cepat menurunkan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate), karena akan berdampak pada inflasi. BI berupaya memperpanjang jatuh tempo SBI dan mengalihkan instrumen SBI ke deposito berjangka (time deposit).

"Selama 2010 pemerintah telah berhasil memperlambat masuknya dana ke SBI, dan mengalihkannya ke SBN (surat berharga negara)," ujarnya.

Ia juga menjelaskan, untuk mencapai pertumbuhan 2011 diharuskan ada bauran kebijakan yang dapat menyerap giro wajib minimum tanpa mengubah tingkat suku bunga.

Senada dengan Hartadi, Staf Ahli Menteri Perekonomian Bidang Investasi, Kemitraan Pemerintah dan Swasta, Djatmiko juga menuturkan bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh dengan laju 6,3 persen.

Pertumbuhan ekonomi akan didukung kondisi ekonomi makro yang stabil pada 2010 akan mendorong prospek ekonomi yang cerah dan akan direspon positif oleh investor.

"Minat investor terhadap surat utang negara masih akan terus meningkat, akibatnya nilai transaksi akan naik signifikan dengan yield 5 tahun turun menjadi di bawah 8 persen," kata Djatmiko.

Ia melanjutkan, konsumsi rumah tangga akan memberi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2011 sekitar 58,6 persen.

Kinerja ekspor dan impor juga meningkat seiring dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global dan menguatnya permintaan dalam negeri.

"Ekspor Indonesia masih memiliki daya saing meski nilai tukar rupiah cenderung menguat. Sehingga pada 2011, ekspor akan memberi kontribusi terhadap PDB sekitar 25,4 persen dan impor sebesar 23 persen," ujarnya.
(R017/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010