Jakarta (ANTARA News) - Prospek penyelesaian dua-negara di Timur Tengah akan menghadapi tantangan berat dan bahkan bisa mulai menguap tahun depan, jika tak ada kemajuan dalam pembicaraan tak langsung yang diperantarai AS antara Palestina dan Israel.
Washington menaruh harapan pada diplomasi ulang-aliknya setelah Israel menolak untuk memperpanjang pembekuan 10-bulan di permukiman Yahudi di Tepi Barat Sungai Jordan --syarat Palestina bagi pembicaraan langsung. Utusan khusus AS George Mitchell meluncurkan babak pertama pembicaraan langsung pertengahan Desember.
Robert Serry, Koordinator Khusus PBB Urusan Proses Perdamaian Timur Tengah, mengatakan kepada Reuters dalam wawancara bahwa akhir pembicaraan langsung, yang dimulai pada September, dapat terjadi hanya dalam waktu beberapa pekan. Itu adalah kemunduran serius dalam upaya untuk mewujudkan kesepakatan perdamaian.
Setiap peluang bagi penyelesaian dua-negara bisa saja menguap tahun depan jika semua upaya gagal. Serry berharap semua pihak menyadari kondisi itu, dan ia menekankan perlunya "penengahan yang sangat proaktif" yang dipelopori oleh Amerika Serikat.
Nada pesimis bukan cuma disampaikan oleh Serry. Pada Maret 2010 Sekretaris Jenderal Liga Arab Amr Moussa mengatakan negara-negara Arab harus siap menghadapi kemungkinan pembicaraan perdamaian antara Israel dan Palestina gagal total.
Amr Moussa mengeluarkan pernyataan itu dalam pidato pembukaan KTT negara-negara Arab di kota Sirte, Libya, pada 27 Maret.
Pada 12 Desember, Menteri Luar Negeri Australia Kevin Rudd juga memperingatkan proses perdamaian Timur Tengah akan menghadapi tahun yang sulit dan menantang.
Rudd berbicara pada hari Ahad di ibukota Jordania, Amman, dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Jordania Nasser Judeh.
Menlu Australia menekankan pentingnya untuk kembali ke meja perundingan. Tapi ia mengatakan kegiatan permukiman Israel di wilayah Palestina telah merusak proses perdamaian dan harus dihentikan.
Ia mengeluarkan pernyataan yang sama satu pekan sebelumnya di Mesir dan mengatakan ia akan mengulangi posisinya saat melakukan kunjungan ke Israel, yang dimulai pada hari Ahad (12/12).
Pekan sebelumnya, Amerika menanggalkan upaya untuk meyakinkan Israel agar melanjutkan pembekuan pembangunan permukiman Yahudi di kawasan Tepi Barat --yang diklaim oleh Palestina. Palestina menolak untuk melanjutkan pembicaraan langsung tanpa dihentikannya pembangunan permukiman secara total.
Penyelesaian dua-negara dimaksudkan untuk mewujudkan negara Israel yang hidup berdampingan dengan negara Palestina merdeka. Pada September, para pemimpin Palestina dan Israel berjanji akan berusaha "mencapai itu dalam waktu satu tahun". Pemerintah Otonomi Palestina pun berjanji akan siap menerima kehadiran negara Palestina merdeka pada saat itu.
Serry berbicara dengan Reuters setelah menyampaikan taklimat bulanan ke Dewan Keamanan PBB, tempat ia menyerukan peran mendasar pihak ketiga dalam penengahan, termasuk oleh Kuartet Internasional --Amerika Serikat, Rusia, PBB dan Uni Eropa.
Ia mengatakan "para pemimpin" Kuartet --yang diduga akan terdiri atas Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton-- akan bertemu pada awal 2011.
Dalam satu tahun ke depan, kredibilitas proses politik dan para penajanya, termasuk Kuartet, akan jadi taruhan, kata Serry kepada Dewan Keamanan sebagaimana dilaporkan.
Ketika berbicara dengan Reuters, Serry meremehkan kemungkinan Pemerintah Otonomi Palestina akan berusaha meminta Sidang Majelis Umum PBB mengumumkan negara Palestina, sebagaimana disarankan oleh sebagian pejabat Palestina. Proklamasi semacam itu dipandang tak memiliki kekuatan hukum.
Setiap usaha untuk meminta Dewan Keamanan PBB --yang memiliki 15 anggota-- untuk mengeluarkan pernyataan dipastikan akan diveto oleh Amerika Serikat. Tapi Sidang Majelis Umum, dengan 192 anggota, tempat tak ada hak veto, memiliki kelompok mayoritas pro-Palestina.
"Pergi ke PBB dan meminta negara diproklamasikan secara sepihak, saya kira (Palestina) menyadari takkan membuat sasaran penyelesaian dua-negara jadi lebih dekat," kata Serry kepada Reuters.
"Mereka mengetahui satu-satunya cara untuk mengakhiri proses ini ialah melalui perundingan. Saya kira pemimpinnya masih yakin mengenai itu," katanya.
Ketika ditanya mengenai pandangan sebagian pengulas bahwa penyelesaian satu-negara, yang terdiri atas orang Yahudi dan Arab, yang kini terlihat tak terelakkan, Serry menjawab setiap orang mesti mengerti penyelesaian satu-negara jelas bukan penyelesaian.
Itu cuma cara melanjutkan konflik selama beberapa dasawarsa lagi.
(C003/A038)
Oleh Chaidar Abdullah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010