Yogyakarta (ANTARA News) - Sekitar 100 sabo dam di sejumlah sungai yang berhulu di Gunung Merapi saat ini dipenuhi material vulkanik, sehingga dikhawatirkan masih akan terjadi banjir lahar dingin di sejumlah sungai itu.
"Hampir 50 persen dari 244 sabo dam di sejumlah sungai yang berhulu di Gunung Merapi kondisinya saat ini rata dengan permukaan sungai akibat dipenuhi material vulkanik. Kami berusaha menormalkan kembali dengan membuat `guide channel` agar terbentuk lagi saluran untuk aliran air," kata Kepala Balai Besar Wilayah Serayu Opak Bambang Hargono, di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, meskipun saat ini sabo dam tersebut tertimbun material vulkanik Merapi, ternyata sabo dam telah berfungsi menyelamatkan wilayah hilir sungai dari terjangan banjir lahar dingin yang lebih parah.
"Sekitar 50 sabo dam di sepanjang Sungai Boyong telah menyelamatkan kota Yogyakarta dari banjir lahar dingin di Sungai Code yang lebih parah," katanya.
Ia mengatakan pihaknya telah mendapatkan dana Rp20 miliar dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) guna normalisasi sabo dam agar dapat berfungsi masimal yakni menahan laju luncuran material vulanik dari puncak Merapi.
"Selain untuk normaliasi sabo dam dana tersebut juga digunakan untuk memperkuat tepian-tepian sungai terutama di kelokan dengan bronjong-bronjong agar material Merapi tetap bisa mengikuti aliran sungai tidak membludak ke daratan," katanya.
Bambang mengatakan, pihaknya belum bisa memprediksi kapan normalisasi tersebut bisa selesai. "Setelah masa tanggap darurat ini mungkin normalisasi baru selesai, kami akan terus melakukan normalisasi dengan dana usulan di APBN 2011," katanya.
Ia mengatakan sebenarnya keberadaan 244 sabo dam di sungai yang berhulu di Merapi ini adalah bagian dari rencana pembangunan 279 sabo dam yang seharusnya dibangun berdasarkan "master plan" 2001.
"Setelah erupsi Merapi sekarang ini, `master plan` tersebut harus dicermati kembali, karena dibuat dengan asumsi untuk menampung delapan juta meter kubik material vulkanik. Sementara erupsi Merapi baru-baru ini menghasilkan sekitar 140 juta meter kubik material vulkanik baru," katanya.
Irigasi Kalibawang
Sementara itu, saluran irigasi Kalibawang di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (12/12) tertutup kembali oleh material vulkanik hasil erupsi Gunung Merapi.
"Jadi, kami belum mengatahui batas waktu pembukaan kembali saluran irigrasi Kalibawang yang tersumbat material Gunung Merapi tersebut," Kepala Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Kulon Progo Agus Wikanto, di Wates, Selasa.
Ia mengatakan sebenarnya saluran irigasi Kalibawang telah dibuka sejak 9 Desember lalu tetapi Minggu (12/12) sore saluran itu tertutup kembali material pasir Gunung Merapi.
"Saluran irigrasi Kalibawang tertutup material Gunung Merapi berupa pasir hingga ketinggian 2,5 meter dari dasar saluran. Meskipun sudah dibuka, air juga tidak dapat masuk, karena terlalu padatnya material pasir dan memenuhi badan saluran irigasi tersebut. Kami belum dapat memastikan, kapan saluran kembali akan dibuka," katanya.
Ia mengatakan Sungai Progo banyak dialiri material vulkanik dari anak sungai yakni Sungai Pebelan dan Kaliputih di Magelang, Jawa Tengah.
"Saluran irigrasi Kalibawang masih akan ditutup hingga material Merapi habis, dan tentunya tidak dapat dipredikasi kapan dapat dioperasikan salurannya. Untuk sementara, petani hanya bisa memanfaatkan air hujan dan sumber air lainnya," katanya.
Menurut dia, akibat tidak beroperasinya saluran irigrasi Kalibawang menyebabkan terganggunya saluran irigasi lainnya yakni Kalibawang I, Kalibawang II, Pekik Jamal, Pengasih Barat , dan Pengasih Timur.
"Kami terus membersihkan sedimen material erupsi Merapi dengan air yang dialirkan ke saluran untuk membersihkan sedimen sisa pengerukan dan dialirkan ke pintu pengurasan. Namun belum berani meneruskan ke saluran untuk didistribusikan karena air masih membawa material pasir yang dapat menutup pintu air," katanya.
Akibatnya, persawahan seluas 7.150 hektare terganggu pengairannya, dan diperkirakan hasil produksi padi pada musim tanam pertama akan mengalami penurunan drastis.
Kecil kemungkinan bebas banjir
Kepala Balai Besar Wilayah Serayu Opak Bambang Hargono memprediksikan sangat kecil kemungkinan Sungai Code di Kota Yogyakarta yang merupakan aliran Sungai Boyong, bebas dari banjir lahar dingin Gunung Merapi .
"Saat ini ada sekitar 140 juta meter kubik material vulkanik Merapi hasil erupsi 2010, sehingga diperkirakan kawasan Sungai Code tidak pernah bebas dari banjir lahar dingin," katanya, di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, kemungkinan tersebut diasumsikan melalui analisis bahwa Gunung Merapi setiap 10 tahun sekali meletus tiga kali.
"Setiap meletus akan menghasilkan material vulkanik baru, yang tentunya pada musim hujan material ini akan hanyut ke bawah melalui sungai yang berhulu di Gunung Merapi," katanya.
Ia mengatakan dengan adanya ancaman itu, maka idealnya kawasan bantaran sungai yang berhulu di Merapi dikosongkan dari permukiman penduduk, terutama kawasan Sungai Code. "Apakah warga di kawasan Sungai Code akan direlokasi, itu bukan kewenangan kami, namun kewenangan pemerintah daerah," katanya.
Bambang mengatakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen-PU) No.63/1993 sudah mengatur kawasan bantaran sungai yang menyebutkan 15 meter hingga 30 meter di pinggir sungai (tergantung dari kedalaman sungai tersebut) sebaiknya dikosongkan dari permukiman.
"Permen-PU ini menyebutkan selanjutnya adalah tugas pemerintah daerah yang mengatur peruntukannya berdasarkan peraturan daerah masing-masing. Saat ini permasalahan banjir lahar dingin timbul karena disana ada pemukiman. Kalau tidak ada maka ancamannya juga bisa tidak ada. Sifat alam memang begitu," katanya.
Ia mengatakan saat ini lima BUMN milik Kementerian PU sudah turun menormalisasi sejumlah sabo dam di lereng dan kaki Gunung Merapi.
"BUMN tersebut terdiri atas PT Waskita Karya di Sungai Gendol, PT Pembangunan Perumahan, PT Adi Karya, PT Brantas Diparaya, dan PT Wijaya Karya yang bekerja di Sungai Putih, dan Kali Batang, Magelang," katanya.
Dibuat "chanel"
Sementara itu, Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral Kabupaten Sleman membuat "chanel" atau mengarahkan aliran air di sejumlah titik di Sungai Gendol yang merupakan aliran lahar Gunung Merapi agar air dan lahar dingin tidak meluap ke berbagai arah.
"Pembuatan `chanel` ini untuk mengarahkan air dari atas sungai dan dengan cara seperti ini nanti air akan mengikuti alur dan membuat jalannya sendiri sehingga tidak meluap ke berbagai arah dan tidak terkendali," kata Kepala Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral Kabupaten Sleman Widi Sutikno, Selasa.
Menurut dia, jika air bercampur lahar dingin ini sampai meluap dan tidak terkendali arah, maka akan mengancam sejumlah dusun yang ada di sepanjang aliran Sungai Gendol.
"Akibat erupsi Gunung Merapi, di sepanjang aliran Sungai Gendol penuh dengan material vulkanik bahkan ada sejumlah titik yang kondisi sungainya saat ini justeru lebih tinggi dari pemukiman warga, sehingga jika turun hujan deras maka air akan bergerak ke segala arah dan tidak terkendali," katanya.
Ia mengatakan selain di aliran Sungai Gendol, pembuatan "chanel" ini juga dilakukan di Sungai Kuning yakni dengan membuka kembali alur sungai yang tertimbun material vulkanik Merapi dan pepohonan yang hanyut.
"Saat ini aliran air sudah tidak mengikuti jalurnya, khusunya di Sabo Dam di Perbatasan Kecamatan Pakem dan Cangkringan, sehingga kami melakukan pengerukan untuk mengarahkan air agar dapat mengikuti alur dan tidak mengarah ke mana-mana," katanya.
Widi mengatakan, untuk membuat "chanel" ini pihaknya menerjunkan sekitar 10 alat berat di sejumlah titik yang dikhawatirkan dapat meluap.
"Alat-alat berat tersebut dioperasionalkan di aliran Sungai Gendol di Dusun Plumbon, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan sebanyak tiga unit, Banjarsari, Desa Glagaharjo dua unit, Dusun Bakalan, Desa Argomulyo dua unit dan Dam Sabo Kali Kuning tiga unit," katanya.
Camat Cangkringan Samsul Bakri mengatakan pembuatan "chanel" memang mendesak dilakukan di sejumlah titik aliran Sungai Gendol, karena jika tidak dikhawatirkan luapan air sampai ke pemukiman penduduk seperti yang terjadi di Dusun Bronggang, Suruh beberapa hari lalu.
"Saat itu aliran air bercampur material vulkanik berupa lumpur dan pasir lewat kali kecil tengah perkampungan yang berakhir di depan Mako Koramil Cangkringan. Jika tidak dibikin `chanel` bisa banjir seperti di Markas Koramil Cangkringan beberapa hari lalu," katanya.
Resmikan "shelter"
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal George Toisutta, Selasa, meresmikan "shelter" atau hunian sementara bagi korban bencana Gunung Merapi yang dibangun Korem 072/Pamungkas Yogyakarta bersama PT Pertamina di Dusun Kuwang, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Peresmian 50 `shelter` atau hunian sementara hasil kerja Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) ini sekaligus sebagai rangkaian Hari Bakti TNI dalam rangka Hari Juang Kartika 2010," katanya.
Menurut dia, TNI adalah rakyat dan bagian dari rakyat sehingga jika rakyat menderita maka TNI harus ikut merasakan penderitaan.
"Rakyat jangan sampai susah sehingga jika terjadi bencana, maka TNI ikut berusaha semaksimal agar terus bekerja untuk rakyat," katanya.
Ia mengatakan setelah diresmikan, maka TNI akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Sleman untuk turut membantu pembangunan "shelter" yang lain.
"Tentara siap membantu pemda membangun hingga semuanya selesai. `Shelter` yang dibangun mengacu ketentuan pemda, yakni berukuran 6x6 meter seperti ditetapkan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X agar tidak ada kesenjangan antara `shelter` yang satu dengan lainnya," katanya.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan atas partisipasi TNI dalam pembangunan `shelter` sangat membantu pemerintah daerah dalam penanganan bencana letusan Gunung Merapi.
"Sebanyak 50 `shelter` ini langsung diserahkan kepada Pemerintah Desa Argomulyo dan bisa langsung ditempati warga korban Merapi yang rumahnya rusak," katanya.
Kepala Desa Argomulyo Sutrisno mengatakan sebanyak 50 `shelter` yang diresmikan itu akan digunakan untuk 50 kepala keluarga.
"Namun kemungkinan besar tidak akan bisa langsung ditempati, karena `shelter` ini jumlahnya baru 50 unit, sedangkan jumlah yang kehilangan rumah mencapai 261 kepala keluarga," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya akan formulasikan terlebih dahulu bagaimana cara menentukan kepala keluarga yang bisa menempati 50 `shelter` ini, namun yang jelas `shelter` ini untuk warga Dusun Bakalan yang berjumlah 84 kepala keluarga.
Ia mengatakan, di lokasi ini pihaknya akan segera membangun "shelter" sebanyak 261 unit di atas tanah kas desa seluas 2,35 hektare yang akan ditempati warga Bakalan, Bronggang, Gadingan dan Banaran.
"Dengan pembangunan `shelter` ini diharapkan seluruh kepala keluarga dapat tertampung, karena saat ini masih kurang," katanya.
Pimpin bakti sosial
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal George Toisutta, Selasa memimpin langsung kegiatan bakti sosial dalam rangka Hari Juang Kartika di barak pengungsian korban bencana erupsi Gunung Merapi di parkir timur Stadion Maguwoharjo, Depok, Sleman.
Bakti sosial yang juga diikuti seluruh Panglima Kodam se Indonesia tersebut diisi dengan serangkaian kegiatan di antaranya donor darah, pemeriksaan kesehatan gratis, pembagian paket sembako untuk pengungsi bencana Merapi serta panggung hiburan yang menampilkan MC Thukul Arwana dan Orkestra TNI AD.
Sedangkan ibu-ibu dari Kartika Chandra Kirana dalam kesempatan tersebut juga membagikan bingkisan makanan dan minuman ringan untuk anak-anak pengungsi bencana erupsi Gunung Merapi.
"Menjadi kewajiban kita sebagai rakyat untuk membantu rakyat yang sedang menderita karena tertimpa musibah," kata George.
Bupati Sleman Sri Purnomo dalam kesempatan tersebut mengatakan TNI selama bencana erupsi Gunung Merapi ini telah memberikan banyak sekali bantuan maupun dukungan baik moril maupun materiil.
"Banyak sekali bantuan yang telah diberikan TNI AD dan dari angkatan lainnya termasuk Polri dalam penanganan bencana erupsi Gunung Merapi ini, mulai mendirikan dapur umum, proses evakuasi warga ke pengungsian, evakuasi korban luka dan meninggal dunia dan juga pembangunan `shelter` atau hunian sementara korban Merapi," katanya.
Ia mengatakan, dengan adanya bantuan dan dukungan ini banyak hal yang dihadapi dalam musibah yang besar dan berat ini dapat dihadapi dan diatasi.
"Kami mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan dan dukungan TNI AD pada saat-saat sulit seperti ini, dan semoga kami bisa bangkit kembali membangun Kabupaten Sleman," katanya.
Penanganan ternak daerah bencana
Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia akan menyusun prosedur tetap penanganan penyelamatan ternak di daerah lokasi rawan bencana untuk diberlakukan di seluruh Indonesia.
"Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi timbulnya korban ternak saat terjadi bencana, menyusul banyaknya korban ternak saat terjadi bencana erupsi Merapi di DIY dan Jawa Tengah," kata Ketua Umum Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (AEVI) Setyawan Budiharta, di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia di sela Kongres AEVI, penyelamatan ternak selama ini kurang mendapat perhatian dalam program penanggulangan bencana nasional. Hal itu disebabkan belum adanya prosedur baku yang diberlakukan secara resmi bagi pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan bencana.
"Kesiapsiagaan veteriner untuk bencana belum ada, sehingga perlu dilakukan di berbagai bencana seperti tsunami, banjir bandang, gempa, dan erupsi gunung api," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Bahkan, menurut dia, prosedur penanganan penyelamatan ternak tidak hanya dilakukan pada waktu terjadinya bencana, melainkan juga prabencana, saat bancana, dan pascabencana. Semua itu memerlukan koordinasi antarpemangku kepentingan yang terlibat.
Ia mengatakan pengalaman FKH UGM dalam penanganan ternak korban Merapi bisa menjadi modal dasar penyusunan prosedur kesiapsiagaan veteriner dalam penanganan dan penyelamatan ternak di lokasi bencana.
"Penyelamatan ternak merupakan salah satu kesatuan dalam penanganan bencana, karena mayoritas masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan banyak menjadi peternak, terutama di Pulau Jawa," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia tidak mengherankan jika sulit mengungsikan ternak dengan pemiliknya. Kalau pemiliknya sudah mengungsi, pagi atau sore pasti melihat kondisi ternaknya di rumah.
"Dengan adanya prosedur penyelamatan ternak, sangat memungkinkan adanya koordinasi berbagai pihak yang berwenang untuk mengevakuasi ternak yang lokasinya dekat dengan sumber pakan dan berdampingan dengan lokasi pemiliknya," katanya.
Ketua I AEVI Anak Agung Gde Putra mengatakan, prosedur penanganan ternak di lokasi bencana akan selesai dibuat pertengahan tahun depan.
"Rencananya draf prosedur tetap tersebut akan diusulkan kepada pemerintah untuk dijadikan prosedur nasional. Kami usahakan tahun depan sudah selesai," katanya.
Pelatihan membuat kompos
Sementara itu, terkait dengan ternak, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memberikan pelatihan pembuatan kompos kepada warga korban bencana Gunung Merapi di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
"Pelatihan itu sebagai salah satu upaya mendukung program pemulihan pascabencana erupsi Merapi," kata Koordinator "Recovery" Merapi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Agung Astuti di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, warga korban bencana erupsi Merapi itu mendapatkan pelatihan untuk membuat kompos dengan memanfaatkan sayuran yang telah rusak terkena material vulkanik. Pascaerupsi Merapi, sayuran hasil pertanian mereka banyak yang rusak, sehingga tidak dapat dimanfaatkan.
"Sayuran yang rusak tersebut sebagian kecil dipakai untuk pakan ternak, tetapi sisanya yang masih banyak tidak termanfaatkan. Oleh karena itu, bapak-bapak dan ibu-ibu di Ketep kami ajari untuk membuat pupuk kompos dari sisa-sisa sayuran tersebut," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya memberikan pelatihan untuk mengisi waktu luang mereka. Pelatihan bagi bapak-bapak dan ibu-ibu itu untuk membuat kompos baik padat maupun cair.
"Kami memberikan pelatihan membuat kompos, karena penggunaan pupuk kompos baik bagi tanah pertanian. Tanah akan menjadi lebih gembur dan subur," katanya.
Menurut dia, sebagian besar warga di Ketep selama ini menggunakan pupuk buatan untuk mengolah lahan pertanian, padahal pupuk tersebut dapat merusak tanah.
"Hal itu disebabkan adanya zat-zat tertentu dari pupuk buatan tersebut yang tidak bisa diurai oleh tanah. Warga juga mengakui hal tersebut dan menurut mereka tanah pertanian menjadi keras," katanya.
Ia mengatakan selain membuat kompos, ibu-ibu di Ketep juga diajari memanfaatkan dan mengelola sampah plastik menjadi kerajinan.
Mereka juga diminta membuat semacam bank sampah. Ketika warga tidak mau mengelola sampah plastik, mereka dapat mengumpulkannya kemudian menjualnya ke pengepul sampah plastik sehingga sampah tidak menumpuk.
"Kami juga memberikan pelatihan pembuatan kerajinan kepada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kami mengajarkan pembuatan kerajinan magnetik, seperti benda-benda souvenir yang dapat ditempelkan di kulkas," katanya.
Menurut dia, ke depan ketika telah mahir membuatnya, mereka dapat menjual hasil kerajinan itu di objek wisata Ketep sebagai souvenir bagi para wisatawan.
"Kami berharap kegiatan tersebut warga dapat mengisi waktu luang dan memperoleh penghasilan tambahan. Dengan demikian, perekonomian dapat berjalan," katanya.
Bebaskan denda
Jasa Raharja Cabang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta membebaskan denda keterlambatan pembayaran Sumber Wajib Dana Kecelakaan Lalu-lintas Jalan bagi warga Kabupaten Sleman yang menjadi korban letusan Gunung Merapi.
"Pembebasan denda keterlambatan pembayaran Sumber Wajib Dana Kecelakaan Lalu-lintas Jalan (SWDKLJ) tersebut diberlakukan sejak 1 Desember 2010 hingga 31 Mei 2011," kata Pimpinan Jasa Raharja Cabang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Armanda di Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan pada waktu normal, keterlambatan pembayaran SWDKLJ selama sehari akan dikenai denda sebesar 100 persen dari iuran pokok.
"Pembebasan denda tersebut dimaksudkan sebagai bentuk keprihatinan dan solidaritas Jasa Raharja kepada warga Kabupaten Sleman yang menjadi korban letusan Gunung Merapi," katanya.
Selain itu, kata dia Jasa Raharja DIY juga turut memberikan bantuan berupa 20 unit `shelter` berukuran 6X6 yang akan ditempatkan di Desa Wukirsari.
"Anggaran yang dikeluarkan untuk membangun `shelter` tersebut sebesar Rp140 juta dengan biaya satuan Rp7 juta. Selambat-lambatnya, `shelter` tersebut sudah dapat digunakan oleh korban letusan Gunung Merapi pada 1 Januari 2011," katanya.
Sementara itu, Armanda mengatakan pihaknya hingga November 2010 membayar santunan sebesar Rp32,830 miliar bagi 3.739 korban kecelakaan lalu lintas.
"Rinciannya, Rp12,688 miliar diberikan kepada ahli waris 487 korban meninggal dunia, Rp19,753 miliar bagi 3.240 korban luka, Rp356,25 juta bagi korban cacat, dan Rp33 juta untuk santunan biaya penguburan," katanya di Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan jumlah santunan bagi korban kecelakaan lalu lintas tersebut naik sebesar Rp913,782 juta dibandingkan periode sama pada 2009 sebesar Rp31,916 miliar.
"Sekitar 75 persen korban kecelakaan lalu lintas adalah pengguna sepeda motor, hal tersebut dikarenakan populasi sepeda motor merupakan yang terbanyak dibandingkan moda transportasi lain," katanya.
Kunjungi lokasi bencana
Sebanyak 12 wartawan asing mengunjungi lokasi bencana letusan Gunung Merapi dan berbagai objek wisata di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Kunjungan wartawan asing selama dua hari, yakni pada Senin (13/12) dan Selasa (14/12). Objek yang dikunjungi `Lava Tour Bronggang", Candi Prambanan, Candi Ratu Boko, dan pertunjukan Sendratari Ramayana," kata Kepala Seksi Dokumentasi dan Informasi Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Sleman Wasita, Selasa.
Menurut dia, sebanyak 12 wartawan asing tersebut terdiri atas enam orang dari Thailand, lima orang dari Malaysia, dan satu orang dari Singapura.
"Kunjungan wartawan asing tersebut dikemas dalam bentuk `fam trip` yang diselenggarakan para pelaku pariwisata, yaitu PHRI DIY, ASITA DIY, HPI DIY bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Propinsi DIY dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman," katanya.
Penyelenggara kegiatan Edi Purnomo mengatakan pengemasan `fam trip` media asing ke berbagai objek wisata di DIY tersebut dimaksudkan untuk memulihkan citra kepariwisataan DIY pascabencana Merapi.
"Pemberitaan media massa yang berlebihan selama ini ternyata memberikan dampak yang luar biasa terhadap kepariwisataan DIY, sehingga sempat menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung ke provinsi ini," katanya.
Menurut dia, upaya pemulihan citra kepariwisataan DIY perlu dilakukan semua pihak melalui berbagai cara, di antaranya fam trip maupun kegiatan-kegiatan kepariwisataan.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan pascaerupsi Gunung Merapi, saat ini berbagai obyek wisata sudah aman dan nyaman untuk dikunjungi.
"Sangat tepat apabila peserta `fam trip` melihat secara langsung kondisi riil objek wisata di Sleman, sehingga dapat membuktikan sendiri dan menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Sleman pada khususnya dan DIY pada umumnya aman dan nyaman untuk mulai dikunjungi," katanya.(V001*B015*ANT-158*ANT-159/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010