Bandarlampung (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang masih terus berlangsung hingga detik ini memang belum beritikad baik untuk meninggalkan tanah air, ragam tantangan dan rintangan harus terus dilalui masyarakat guna menunjang keberlangsungan kehidupan.
Krisis kesehatan tidak pandangbulu siapa saja yang menjadi korban, serta telah banyak sektor terimbas hingga memaksa semua untuk beradaptasi dengan singkat.
Di tengah keterpurukan tersebut nyatanya ada satu sektor yang mampu bertahan, meski harus terseok menyesuaikan diri untuk kembali tegak berdiri.
Di Indonesia sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan jumlah populasi sebanyak 64 juta usaha, telah mampu membuktikan diri menjadi penopang jalannya roda perekonomian dengan memanfaatkan adanya digitalisasi UMKM.Tercatat berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, ada 12 juta UMKM yang ikut serta dalam ekosistem digital tersebut .
Tak sebatas menopang roda perekonomian, UMKM juga mampu berperan dalam aspek sosial, di mana membentuk kesetaraan bagi para wanita untuk bebas berekspresi menyalurkan kreasi dan berusaha menopang keluarga di masa yang kurang menentu.
Hal itu terbukti melalui adanya data yang dikeluarkan oleh pemerintah dimana 60 persen dari total 64 juta unit usaha UMKM di Indonesia banyak dikerjakan oleh para wanita.
Keterpautan antara UMKM dengan para wanita tercermin nyata di Kota Bandarlampung.
Novita Ria salah seorang pelaku UMKM kerajinan tangan dan fesyen berbahan dasar kain Tapis Lampung, telah membuktikan bahwa selembar Tapis Lampung dapat menyulam asa setiap perajin kain tradisional hingga ke pelosok desa.
Dirintis sejak tahun 2017, Novi sapaan akrab wanita yang kini memiliki merek dagang “Alyn Tapis” berhasil menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam membuka lapangan usaha baru bagi masyarakat terutama para wanita.
Ia mengisahkan UMKM yang dikembangkan kini tidaklah berarti tanpa ada bantuan dari para perajin kain Tapis yang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga.
“Pasokan kain Tapis ini didapat dari perajin yang ada di Kota Bandarlampung hingga ke desa-desa di kabupaten, karena memang tujuan awalnya dapat membantu ibu-ibu perajin Tapis agar kainnya bisa terserap dan terjual,” ujar wanita lulusan Universitas Lampung itu.
Sejak awal merintis usaha, dirinya memang telah berkomitmen membantu perajin kain tradisional Lampung untuk berkembang. Inisiasi itu tercetus setelah pertemuan pertamanya dengan salah seorang perajin di pelosok desa.
Tanpa sadar telah menampilkan suatu realita mengenai peranan penting seorang wanita selain sebagai seorang ibu, juga ikut serta membantu menopang perekonomian keluarga sembari terus melestarikan budaya asli Lampung melalui lincahnya jemari menyulam benang emas menjadi kain Tapis.
Kemitraan
Pertemjan singkat tersebut telah menyadarkan dirinya untuk menjalankan usaha dengan pola berbeda dari pada yang lain, di mana tidak semua pelaku UMKM memakai pola seperti dirinya.
Pola kemitraan terpilih sebagai rumusan terbaik bagi terjalinnya hubungan erat antara perajin dan pelaku UMKM secara emosional serta tetap menjaga profesionalitas kerja.
Dengan pola itu, setiap perajin Tapis ataupun para wanita yang terampil menyulam benang-benang emas menjadi beragam motif di kain megah, dapat melakukan kegiatan menyulam setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan mengirimkan kain Tapis hasil kerja keras mereka ke galeri miliknya.
Terjalinnya komunikasi dengan perajin secara intensif serta memberikan rasa nyaman tanpa kekangan untuk memenuhi target produksi kain Tapis, menjadi salah satu alasan dipilihnya pola kemitraan dengan para perajin oleh wanita yang gemar berburu kain tradisional Lampung beragam motif.
Dalam pelaksanaan pola kemitraan itu, di setiap kabupaten hingga desa dirinya memiliki seorang penanggung jawab yang nantinya bertugas membantu menjalin koordinasi dengan para perajin Tapis, sedangkan yang bertempat tinggal di Bandarlampung bisa langsung mengirimkan kain mereka ke galeri.
Kain itu kemudian menjadi bahan untuk membuat beragam kerajinan tangan, pakaian, tas, dan topi.
Terpautnya para perajin wanita dengan usaha mikro tersebut tidak selalu lancar dan terkadang ditemukan hambatan.
Hilangnya komunikasi antara perajin dengan dirinya karena terkendala sarana komunikasi dan jaringan selular, di saat stok kain Tapis mulai menipis menjadi salah satu contoh hambatan.
Akan tetapi itu hanya sebagian kecil dari permasalahan yang dihadapi, munculnya pandemi COVID-19 secara tiba-tiba menjadi satu hambatan besar, karena sempat membuat semua produk miliknya tak satupun terjual.
Di sisi lain para perajin terus mengirimkan hasil sulamannya untuk menyambung hidup, hal itu menjadi dilema baginya.
Peluang usaha
Dengan memutar otak dan memanfaatkan keadaan yang ada, sembari mengingat keberlangsungan hidup para perajin yang bergantung padanya, membuat wanita dengan tiga orang anak itu menangkap peluang usaha di tengah pandemi COVID-19.
Sebelumnya, kain Tapis hanya dibuat menjadi clutch dan aneka pakaian modifikasi kain tradisional. Maka karena adanya pandemi ia memanfaatkan kain Tapis itu menjadi produk baru yang tentu digemari banyak orang yaitu masker. Peluang tersebut di pilih akibat tingginya permintaan akan alat pelindung diri itu.
Upaya tersebut dilakukan tidak semata-mata untuk meraup keuntungan pribadi, namun semua dilakukan agar para wanita perajin kain Tapis bisa membeli sayuran untuk keluarga, sebab banyak di antara mereka berlatar belakang buruh cuci, pengemudi ojek online, ibu rumah tangga, dan ada pula yang baru saja terkena pemutusan hubungan kerja.
Di tengah usaha yang cukup tergoncang selama dua bulan di awal pandemi tepatnya satu tahun silam, keberlangsungan UMKM miliknya mampu bertahan menopang kehidupan para perajin dan mulai berjalan normal hingga 1,8 tahun COVID-19 masih mendiami Sai Bumi Ruwa Jurai.
Bukan tanpa usaha bertahannya UMKM Tapis itu diperoleh atas kegigihan dirinya untuk mencoba mengembangkan diri melalui keikutsertaan dalam beragam pelatihan, bazar, dan festival secara daring untuk memperluas pasar yang difasilitasi oleh pemerintah daerah ataupun beragam instansi yang selama ini aktif mendampingi para pelaku UMKM di masa pandemi COVID-19.
Hingga kini beragam produk fesyen dan kerajinan tangan berbahan dasar kain tapis Lampung itu lolos dalam kurasi secara nasional mewakili ribuan UMKM asal Lampung.
Menurutnya keberhasilan tersebut bukanlah miliknya melainkan hasil jerih payah dan doa dari para perajin, dan penjahit yang bermitra dengannya.
Selain itu dengan dikenalnya kain Tapis asal Lampung melalui produk yang ia miliki, dirinya merasa ikut serta melestarikan khasanah budaya Lampung dengan melestarikan budaya men-Tapis oleh para wanita di Lampung.
Keberhasilan UMKM yang juga binaan Bank Indonesia Perwakilan Lampung dalam memberdayakan perajin sembari melestarikan tradisi tersebut dinyatakan oleh salah seorang perajin wanita yang berdomisili di Kota Tapis Berseri.
Tries seorang ibu rumah tangga yang mahir menghasilkan kain Tapis dengan jari jemari cekatan menusuk menambatkan benang emas pada kain tenun, telah merasakan kehadiran UMKM di tengah pandemi COVID-19 yang mampu membuatnya terus produktif di rumah.
Bagi Tries dengan pola kemitraan tersebut ia mampu membantu perekonomian keluarga, sembari tetap mengurus rumah. Selain itu juga dapat membantu mengasah kelincahan jari jemari menyulam benang emas menjadi Tapis yang sebelumnya ia pelajari sejak bertahun silam tepatnya saat di Sekolah Menengah Atas.
Kini ia tidak perlu menyingkirkan pemindangan usang miliknya untuk disimpan namun sebaliknya ia dapat menggunakannya kembali untuk menghasilkan profit sembari mengedukasi anak, kolega untuk melestarikan warisan budaya Lampung.
Pemindangan, benang emas, kain tenun menjadi teman setia ibu rumah tangga ini selama harus di rumah saja saat pandemi berlangsung. Tak hanya menjadi teman, ragam peralatan menyulam tua itu pun menjadi pelipur lara dan penyambung asa bila asap dapur tak lagi mengepul.
Terpautnya asa para wanita perajin Tapis Lampung dengan pelaku UMKM secara emosional dengan tetap mengedepankan profesionalitas kerja memberikan nilai tambah bagi setiap produk yang dihasilkan.
Karena setiap produk tersebut tak hanya menjadi sebuah benda konsumsi namun tersemat doa, kisah hidup, dan perjuangan dari wanita-wanita tangguh pelestari busana tradisional Lampung.
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021