Posisi kedua pejabat baru itu nanti berada di atas Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Jadi nantinya kepala daerah harus meminta persetujuan Gubernur Utama. Inilah yang dinamakan `istimewa`," kata Patrialis Akbar kepada wartawan di Gedung DPR-RI di Senayan, Jakarta, Selasa.
Patrialis menambahkan, banyak orang yang belum mendapatkan informasi secara jelas, bagaimana pemerintah telah memberikan keistimewaan terhadap Yogyakarta.
"Apa yang diterima oleh masyarakat kebanyakan pemberitaan yang cenderung provokatif dan menyudutkan pemerintah," ucapnya.
Keistimewaan yang diberikan untuk Yogyakarta, kata Patrialis, nantinya merupakan keistimewaan yang berdasarkan sistem, utuh, kokoh, kuat, serta akan memberikan penghargaan untuk Sultan dan Paku Alam.
DPR, kata dia, hingga saat ini masih belum membaca secara keseluruhan dan mendalam masalah RUU Keistimewaan DIY. Akibatnya, dukungan terhadap RUU Keistimewaan DIY menjadi sangat kurang.
"Namun perlu diketahui, ini merupakan bentuk apresiasi tertinggi dari pemerintah untuk keistimewaan DIY," ujarnya menjelaskan.
Menurut Patrialis, hal paling utama dalam hal ini adalah, keistimewaan Yogyakarta dengan Sultan dan Paku Alam-nya, tidak bertentangan dengan konstitusi. Nantinya, lanjut menteri, Sultan hanya akan memberikan persetujuan, bukan pertimbangan.
"Namun, apabila nantinya Sri Sultan mencalonkan diri dan terpilih sebagai gubernur, maka hal ini akan lebih hebat lagi," kata Patrialis dengan menambahkan bahwa kewenangan Gubernur Utama jelas akan lebih tinggi daripada gubernur nantinya.
Namun demikian, Patrialis belum dapat menyebutkan kewenangan apa saja yang akan dimiliki oleh seorang Gubernur Utama.
(ANT/B010)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010