"Persoalan ini menjadi lebih rumit ketika penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah dan juga lingkaran yang ada dalam kekuasaan itu, seakan-akan tidak mempunyai alternatif lain kecuali hal itu," ujar Pamono kepada pers di Gedung DPR Jakarta, Senin.
Padahal, politisi PDIP itu menambahkan, semua mengetahui bahwa pembahasan untuk penetapan substansi RUU Keistimewaan Yogyakarta bukan domain sepenuhnya pemerintah, melainkan juga domain DPR, dan DPR juga belum menentukan sikap apa-apa.
"Keputusan bagaimana nantinya UU itu mengatur apakah penetapan ataupun yang lain, itu adalah dengan DPR dan sudah masuk kepada wilayah di DPR, artinya pembahasan bersama DPR," ujarnya.
Menurut dia, polemik menjadi berkepanjangan karena substansi draft UU keistimewaan Yogyakarta terlanjur disosialisasikan di luar DPR. Padahal, seharusnya kalau mau membahas itu, tempatnya ada di lembaga parlemen yang mempunyai hak untuk membahas legislasi.
"Ini menjadi heboh, energi menjadi terbuang percuma karena terlalu banyak disosialisasikan di luar. Apalagi sekarang ini dikaitkan lagi dengan rencana pemerintah mendorong agar pemilihan gubernur lewat DPRD tingkat provinsi," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa sikap DPR juga sangat bergantung dari bagaimana sikap fraksi-fraksi dan karenanya cara pandang DPR akan sangat berbeda dengan pemerintah dalam persoalan ini.
Pada kesempatan itu Pramono menegaskan bahwa semua opsi terkait keistimewaan Yogyakarta itu masih terbuka.
"Saya melihat apa yang menjadi keresahan dalam masyarakat Yogja bukan persoalan semata-mata Sultan HB X ditetapkan atau tidak, tetapi yang lebih esensial adalah bagaimana berkaitan dengan sejarah pendiri republik," ujarnya.
Masyarakat Yogya, menurut dia, sebenarnya lebih mengutamakan apa yang telah dilakukan Sri Sultan HB IX dan bukan yang berkaitan dengan kondisi sekarang.
Bagaimana komitmen Sri Sultan HB IX dengan Bung Karno pada September 1945 yang selanjutnya merupakan cikal bakal berdirinya RI ini dan hal itulah yang saat ini ditagih rakyat Yogyakarta.
(ANT/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010