Yogyakarta (ANTARA News) - Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga, dinilai memberi terobosan hukum yang dapat memotivasi provinsi lain dan pemerintah pusat agar menaruh perhatian terhadap hak pekerja rumah tangga.
"Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor 31 Tahun 2010 merupakan terobosan hukum yang dilakukan pemerintah provinsi ini, karena pergub tentang itu, merupakan satu-satunya di Indonesia," kata Koordinator Divisi Advokasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tjoet Njak Dien Yogyakarta Buyung Ridwan Tanjung, di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, pergub tersebut merupakan salah satu upaya untuk melindungi dan mewujudkan hak-hak pekerja rumah tangga (PRT).
Ia mengatakan dengan adanya Pergub DIY tentang PRT ini dapat memotivasi pemerintah provinsi lain dan pemerintah pusat untuk membuat produk hukum yang sama agar lebih memperhatikan hak para PRT.
"Dengan diaturnya pekerja rumah tangga dalam pergub tersebut, maka hal ini merupakan pengakuan terhadapkedudukan PRT sebagai bagian dari dan sejajar dengan pekerja lainnya," katanya.
Menurut dia, akan lebih baik jika Pergub DIY tentang PRT sesegera mungkin disusun secara komprehensif, baik di tingkat nasional, maupun daerah di Indonesia, dan lebih khusus lagi di tingkat kabupaten maupun kota.
Pihaknya juga meminta agar segera ditetapkan syarat-syarat kerja maupun penyelesaian perselisihan sebagaimana diatur dalam Pergub PRT itu, sehingga mendorong digunakannya perjanjian kerja oleh setiap pengguna jasa yang mempekerjakan PRT di DIY.
Sementara itu, terkait efektif atau tidaknya pergub itu, menurut dia semuanya membutuhkan proses bagaimana implementasinya di kemudian hari.
Tetapi, menurut dia, niat baik dari pemerintah daerah dengan membuat peraturan tersebut telah menunjukkan perhatian pemerintah terhadap hak PRT di Provinsi DIY.
"Kami optimistis Pergub DIY tentang PRT akan efektif di kemudian hari. Dengan adanya pergub ini pemerintah daerah telah mengakui keberadaan dan hak-hak PRT," katanya.
Meskin demikian, menurut Buyung, Pergub tentang PRT ini masih ada beberapa kekurangan yang harus ditambahkan secara spesifik dalam hal upah dan perjanjian kerja antara pengguna jasa PRT dengan PRT-nya.
"Dalam hal kontrak kerja mungkin akan lebih baik lebih diutamakan perjanjian kontrak kerja secara tertulis, karena dalam Pergub PRT itu mengakomodir perjanjian secara tidak tertulis atau lisan juga dapat dilakukan. Dari sisi upah juga harus dijelaskan secara spesifik, berapa upah yang layak bagi PRT," katanya. (ANT-161/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010