Bukan hanya untuk mengontrol pemerintah, tetapi juga menjaga HAM dan demokrasi
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan Indonesia membutuhkan pihak oposisi yang tangguh untuk menciptakan pemerintahan yang kuat.
"Kenapa oposisi harus kuat dan tangguh, karena pihak oposisi akan cenderung dikerjai atau dilukai," kata Ujang Komarudin pada diskusi publik bertajuk "Masa Depan HAM dan Demokrasi di Indonesia", di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan peristiwa kudeta yang dialami oleh Partai Demokrat beberapa waktu lalu merupakan salah satu bentuk dari upaya mengerjai pihak oposisi.
Tidak hanya Partai Demokrat, Ujang menilai hal yang sama juga terjadi di tubuh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dimana lahirnya Partai Gelombang Rakyat (Gelora) yang dipimpin oleh mantan politisi PKS yakni Fahri Hamzah dan Anis Matta.
"Masih banyak lagi partai yang kemarin jadi oposisi, namun dipecah-belah, mohon maaf, oleh kekuatan pemerintah," ujar dia.
Akibat tidak kuatnya partai oposisi di parlemen, Ujang berpendapat hal itu bisa membahayakan roda pemerintahan, karena tidak ada check and balance.
Sebagai contoh, kata dia lagi, revisi Undang-Undang KPK dan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law berjalan dengan mulus imbas karena tidak adanya kekuatan yang membendung.
Meskipun rakyat telah turun ke jalan dan menyatakan menolak terhadap revisi Undang-Undang KPK dan Omnibus Law, faktanya hal itu tetap disetujui oleh DPR.
"Ini menjadi contoh nyata bahwa kekuatan oposisi menjadi penting. Bukan hanya untuk mengontrol pemerintah, tetapi juga menjaga HAM dan demokrasi," kata Ujang.
Baca juga: Akademisi: Kekuatan PKS sebagai oposisi di parlemen tidak cukup
Baca juga: Pakar: Kekuatan oposisi jangan cuma dihitung dari kursi
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021