"Masyarakat Eropa pada akhir pekan lebih suka melakukan `adventure` atau petualangan sedangkan masyarakat Indonesia lebih suka ke mall atau shopping center. Tujuannya adalah melakukan rekreasi bersama keluarga atau kenalan mereka," ujar Yongky, dalam siaran pers seminar "Shopping Center and Retail Challenges 2011" yang diadakan oleh GMT Institute dan Retail di Jakarta, Minggu.
Menurut Yongki, riset yang dilakukan oleh AC Nielsen menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memang memiliki karakteristik yang kuat untuk berbelanja dibanding dengan masyarakat dari berbagai negara lainnya.
"Indonesia menempati urutan kedua dalam hal berbelanja setelah Singapura," katanya.
Menanggapi hal ini Presiden of Indonesian Shopping Center Association (APPBI) A Stefanus Ridwan, menjelaskan bahwa seminar ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi Indonesia guna meningkatkan daya saing shopping center sehingga bisa mengundang wisatawan ke Indonesia untuk berbelanja.
"Indonesia memiliki peluang dan semua kemungkinan untuk menjadi pusat belanja yang diminati para turis," harapnya.
Dia mengungkapkan bahwa di Singapura pendapatan mall bisa mencapai hingga 60 persen berasal dari belanja para turis termasuk dari masyarakat Indonesia, sementara Indonesia justru masih lebih suka berbelanja ke Singapura ketimbang di negara sendiri.
Karena itu, menurut dia, semua pelaku bisnis shopping center harus bekerja sama untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik mall-mall di Indonesia.
Presiden Direktur GMT Property Management Janti Rusly, memprediksikan prospek shopping center di tahun 2011 memang akan menjadi lebih bergairah.
Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik.
"Saya yakin bahwa industri retail pada tahun 2011 akan menjadi lebih baik ketimbang tahun ini. Hal ini disebabkan oleh membaiknya daya beli masyarakat dan membaiknya tingkat kepercayaan masyarakat akan masa depan bangsa ini," kata Janti.
Industri mall menurutnya akan bergerak ke arah yang sama dengan keinginan belanja yang terus menguat dari masyarakat Indonesia itu sendiri.
"Masyarakat Indonesia senang ke mall. Mereka pasti berbelanja. Dan `food and beverage` menempati posisi tertinggi yang dikunjungi oleh keluarga-keluarga Indonesia pada akhir pekan atau di hari libur," kata pengusaha yang saat ini mengelola lebih dari 20 mall di seluruh Indonesia ini.
Sedangkan Andreas Kartawinata, Ketua APPBI DKI Jakarta menjelaskan, pasar Indonesia yang besar dan memiliki daya belanja yang kuat telah mendorong para peritel asing dunia untuk memasuki pasar ritel Indonesia.
"Saat ini ada tiga atau empat peritel kelas dunia yang sedang mengincar dengan kuat hypermart Indonesia. Ini menunjukkan bahwa pasar ritel Indonesia memiliki prospek dan daya tarik yang hebat sehingga memberikan ruang bagi profitabilitas yang tinggi di masa depan," katanya.
Andreas menjelaskan bahwa lebih dari 50 persen penduduk Indonesia menghabiskan dananya untuk berbelanja.
Kecenderungan orang Indonesia untuk menghabiskan waktu di mall memang disambut hangat oleh industri mall nasional. Ekspansi mall terus dilakukan oleh berbagai perusahaan.
"Industri mall akan terus melebar ke daerah-daerah. Dan ini harus dilihat secara positif karena akan memberikan dampak berantai yang kuat bagi perekonomian daerah, ujar Frumens Da Gomez, pengamat dan sekaligus direktur pada GMT Institute, Jakarta. (*)
(TZ.J008/S025/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010