Jakarta (ANTARA News) - Serikat Karyawan (Sekar) PT Telkom Tbk mengancam akan menggelar aksi demo besar-besaran jika direksi baru yang terpilih dalam RUPSLB Telkom 17 Desember 2010, jadi menggabungkan Flexi milik Telkom dengan Esia milik perusahaan swasta.

"Jika merger Flexi-Esia tetap akan dilakukan oleh direksi baru Telkom, maka kami akan terus demo ke Istana Merdeka dan melakukan mogok nasional dengan melibatkan 22 ribu anggota kami," tegas Sekjen DPP Sekar Telkom, Asep Mulyana, dalam rilisnya di Jakarta, Minggu, menanggapi rencana manajemen Telkom menggelar RUPSLB pada 17 Desember.

Asep Mulyana mengatakan sejak awal rencana merger Flexi-Esia digulirkan, Sekar Telkom memang menolak rencana tersebut.

Alasannya, asumsi yang digunakan manajemen Telkom bahwa potensi bisnis CDMA di masa depan dianggap kurang menarik dan tidak fokus karena varian handset CDMA yang tidak didukung oleh penyuplai handset besar, terlalu mengada-ada.

Sebab, fakta ini terbantahkan oleh makin dinamisnya perusahaan-perusahaan "handset" dari China dan Korea Selatan , termasuk pendapatan Esia yang masih bisa tumbuh.

Sekar Telkom justru mempertanyakan kinerja direksi dan manajemen Divisi Telkom Flexi yang kurang inovatif sehingga penetrasinya melambat, terutama paska kebijakan perusahaan melakukan transformasi organisasi dan memutuskan konsep Flexi mandiri sebagai divisi yang terpisah.

Sekar Telkom juga menolak rencana penggabungan (merger) karena selama ini tidak pernah diajak bicara oleh direksi Telkom. Hal ini dianggap oleh Sekar tidak sejalan terhadap Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Telkom dan Sekar Telkom, bahwa setiap kebijakan perusahaan yang akan berdampak kepada karyawan harus dibahas dahulu dengan Sekar Telkom.

Keputusan ini akan memiliki dampak langsung terhadap status karyawan di Divisi Telkom Flexi sebanyak 1.160-an pegawai.

"Saat ini para pegawai Flexi terus dilanda kegelisahan dan ketidaktentraman atas isu dan rencana merger tersebut," kata Asep.

Selain masalah pengalihan aset negara di Telkom Flexi kepada Bakrie Telecom, ujarnya, dampak dari merger tersebut juga menyangkut masalah kejelasan status karyawan Flexi.

Saat ini status karyawan Flexi adalah karyawan BUMN. Tapi, nanti setelah dilimpahkan ke perusahaan gabungan maka tidak ada jaminan bahwa kesejahteraan mereka akan sama dengan di Telkom. Bahkan, tidak ada jaminan juga untuk tetap dapat bekerja di perusahaan hasil merger tersebut.

Menurut Asep, sumbangan pendapatan Flexi sejauh ini cukup signifikan, yaitu menyumbang lebih Rp3 triliun per tahun. Kalaupun bisnis ini dianggap masih membebani Telkom, mestinya menjadi tugas manajemen untuk mengendalikan beban agar tetap menguntungkan , karena bisnis yang sama di operator lain bisa meraih keuntungan.

"Jangan karena tidak bisa mengelola atau terjadi inefisiensi dalam pengelolaan terus ditutupi dengan penggabungan dengan operator lain. Prospek bisnis Flexi ke depan jika tidak jadi digabung dengan Esia, kami kira akan tetap bagus sepanjang dilakukan langkah-langkah dan strategi yang cerdas dan kreatif serta sinerginya dioptimalkan dengan Telkom Group," papar Sekjen DPP Sekar Telkom.
(F004/A011/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010