Cibinong (ANTARA News) - Pemerintah didesak untuk menyelesaikan berbagai kasus besar pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia demi mewujudkan tegaknya hukum dan keadilan.
Aktivis mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Nailul Abrar Sabtu di Cibinong mengatakan banyak kasus pelanggaran HAM yang belum diselesaikan dengan baik oleh aparat penegak hukum.
Nailul menyontohkan kasus pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi dan pembunuhan aktivis HAM Munir hingga sekarang belum tuntas.
"Berbagai kasus besar pelanggaran HAM harus dituntaskan dengan baik dengan menyeret pelakunya ke meja hijau untuk menegakkan hukum dan keadilan," papar Nailul.
Oleh karena itu Nailul berharap momentum peringatan hari HAM se-dunia pada Jumat diharapkan dapat membangkitkan kembali komitmen para pemimpin negeri untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM.
"Pelanggaran HAM yang pernah terjadi harus diselesaikan secara tranparan dan tuntas. Bila tidak maka kasus tersebut akan menjadi noda hitam dalam sejarah perjalanan republik," ungkapnya.
Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Sirajul Falah Cibinong, Sudeni Al-Fatoni mengungkapkan, hari HAM se-dunia diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi para pemangku negara agar menunjukkan keseriusannya menegakkan HAM.
"Kami berharap para pemangku negeri menunjukkan keseriusan dalam menegakkan HAM. Siapapun yang melakukan pelanggaran HAM harus ditindak demi tegaknya hukum dan keadilan," tegas dia.
Ahmad Sahal, mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Kemang, Bogor menambahkan, sudah saatnya negara memberikan perlindungan maksimal bagi setiap warganya dengan menegakkan HAM tanpa pandang bulu.
Sebaliknya, siapapun yang melakukan pelanggaran HAM harus ditindak dengan tegas. "Pelanggaran HAM yang terjadi pasca-reformasi hingga saat ini belum tuntas. Apalagi pelanggaran HAM pada zaman Orde Baru," tegasnya.
"Pemerintah perlu menunjukkan tekad kuat dalam menegakkan hukum dan keadilan dengan mengadili semua pelanggar HAM," demikian Ahmad Sahal. (ANT-053/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010