Keterangan yang dihimpun di Klaten, Jumat, Hamid yang berasal dari Sumenep, Madura, Jawa Timur itu melakukan perbuatan jahatnya itu sejak 6-9 November 2010 dengan korban masing-masing AL (14), NV (13), dan RN (14).
Selama menjadi relawan, Hamid sering berinteraksi dengan anak-anak di penampungan pengungsian Merapi di Kecamatan Klaten Selatan.
Setelah anak-anak pengungsi itu pulang ke rumahnya di kawasan lereng Merapi, Hamid juga pindah tinggal dari posko ke salah satu rumah indekos di Desa Bumiharjo, Kecamatan Kemalang sehingga lebih mudah menjumpai lagi anak-anak tersebut.
Perbuatan jahat itu dilakukan Hamid kepada para korbannya di rumah indekosnya.
Ia dilaporkan kepada polisi setelah kepergok sejumlah rekan relawan saat melakukan perbuatan jahat itu dan bahkan sempat membuat warga setempat mengeroyoknya.
Hamid yang sedang diminta keterangan oleh petugas di markas polres setempat mengaku menyesal atas perbuatan yang secara sadar dilakukannya itu.
Kepala Polres Klaten, AKBP Agus Djaka Santosa, melalui Kepala Satuan Reserse dan Kriminal AKP Edy Suranta Sitepu, menyatakan tidak bersedia memberikan keterangan karena petugas masih mendalami kasus itu.
Koordinator Data dan Informasi Sekretariat Bersama Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Sekber P2TP2A) Kabupaten Klaten, Eri Pratama Putra, menyatakan tidak kaget jika peristiwa itu bisa terjadi.
"Dalam situasi bencana seperti ini, anak-anak rentan menjadi objek kejahatan. Apalagi dengan jumlahnya yang melimpah tanpa pengawasan. Kami sudah menerima laporan ini dan segera akan menindaklanjutinya," katanya.
Sebagai langkah awal katanya, P2TP2A akan mendampingi korban selama dimintai keterangan polisi dan menelusuri izin relawan Hamid.
Ia mengatakan, sebagai relawan yang khusus menangani anak harus memegang teguh kode etik terkait interaksi yang harus secara wajar terhadap anak.
Ia menyatakan menduga Hamid menyamar sebagai relawan untuk melakukan tindakan jahatnya.
Pihaknya telah mendapatkan keterangan bahwa Hamid datang ke Klaten bersama beberapa rekannya sejak masa tanggap darurat bencana Merapi, November 2010. (ANT-198/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010