Perlu kehati-hatian, kecermatan dan pembahasan yang cukup mendalam
Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Dr Fahri Bachmid menilai rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak bisa diputuskan secara terburu-buru dan serampangan.
"Perlu kehati-hatian, kecermatan dan pembahasan yang cukup mendalam, karena akan berimplikasi pada konstruksi hukum tata negara secara keseluruhan," kata Fahri Bachmid melalui keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Minggu.
Diskursus amendemen UUD 1945 oleh MPR RI yang menambah satu ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Kemudian menambahkan ayat pada ketentuan pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN, menjadi sesuatu yang harus disikapi dan dibahas.
Secara konstitusional maupun teoritik, amendemen konstitusi merupakan sebuah keniscayaan untuk mengakomodir tuntutan dan kebutuhan serta dinamika hukum masyarakat. Amendemen UUD 1945 harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati, ujar dia.
"Setidaknya wajib menggunakan parameter untuk mengukur tingkat urgensinya," kata Direktur LBH Muhammadiyah Maluku tersebut.
Hal tersebut, kata dia, jika merujuk pada kesepakatan dasar yang disusun oleh panitia ad hoc I saat proses pembahasan perubahan UUD 1945 ketika amendemen pertama hingga keempat tahun 1999-2002.
Isi dari kesepakatan dasar yang disepakati tersebut, yakni tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempertegas sistem pemerintahan presidensial, penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal batang tubuh.
"Terakhir melakukan perubahan dengan cara adendum," ujarnya.
Baca juga: Tinggal riak yang pengaruhi opini publik tentang amendemen UUD
Baca juga: Pakar hukum minta MPR mempertimbangkan urgensi amendemen UUD 1945
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021