Jakarta (ANTARA News) - Menginjak usia 20 tahun organisasi Solidaritas Perempuan menilai bahwa gerakan feminis di Indonesia saat ini tak hanya berkutat pada persoalan gender tapi sudah menyoroti banyak isu dan persoalan.
"Tantangannya sekarang jauh lebih banyak. Dahulu isunya satu yaitu Orde Baru tetapi sekarang sudah menyebar luas," kata Neng Dara Affifah, aktivis Solidaritas Perempuan dalam diskusi bertajuk "Refleksi Gerakan Solidaritas Perempuan" di Taman Menteng, Jakarta.
Affifah mengungkapkan bahwa tantangan gerakan feminis kini adalah pada proses demokratisasi yang bisa jadi tantangan sekaligus kesempatan.
Demokratisasi membawa tantangan berupa pragmatisme politik yang menimbulkan adanya maskulinitas politik, dan politik uang. "Organisasi perempuan justru senang bekerja sama dengan partai - partai yang justru coraknya maskulin yang mengedepankan cita-cita politik ketimbang hak hak perempuan dalam politik," kata Affifah.
Tantangan lainnya adalah politik pencitraan yaitu banyak perempuan yang "dipoles" sedemikian rupa menjadi pemimpin politik yang seolah mengusung hak perempuan. "Padahal sebenarnya tidak demikian," kata Affifah.
Dia mengingatkan, tantangan lainnya adalah marjinalisasi minoritas. "Contohnya Ahmadiyah yang sudah tinggal selama 80 tahun di Indonesia coba disingkirkan begitu saja," katanya.
Sementara itu, aktivis lainnya A.P Muniarti memandang bahwa politik Solidaritas Perempuan dalam melawan ideologi politik yang patriarkat adalah politik aktif tanpa kekerasan.
Kini, lanjutnya, Solidaritas Perempuan banyak menyoroti berbagai hal seperti persoalan perempuan menghadapi pemilu, persoalan lingkungan, hingga isu kesetaraan gender.
"Yang paling tertindas dari gerakan patriarkat adalah perempuan," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa perempuan harus menyadari bahwa mereka memiliki kekuatan yang tak nampak (power within) dan ideologi feminisme memiliki ciri melawan ketidakadilan terhadap perempuan dengan perjuangan.
(yud/A038/BRT)
Pewarta: Yudha Pratama Jaya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010